Kamis, 05 Oktober 2017

TAFSIR PB: ROMA 12:1-2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Konteks Historis
Surat Paulus ini sudah pasti ditujukan kepada jemaat di Roma. Jemaat Roma pada saat itu sedang mendapat banyak tekanan baik dari orang Yahudi maupun orang-orang Roma sendiri. Selain itu di dalam tubuh jemaat Roma sendiri sedang terjadi konflik. Oleh karena itu Paulus mengirimkan surat ini untuk menasihati jemaat di Roma. Paulus menasihati mereka bagaimana seharusnuya bersikap terhadap keadaan mereka dan bagaimana sikap mereka kepada pemerintah. Paulus menulis surat ini untuk menjelaskan pengertiannya tentang agama Kristen dan tuntutan-tuntutannya yang praktis untuk kehidupan orang-orang Kristen.
Diperkirakan bahwa Paulus menulis surat ini ketika tinggal di Korintus. Di sana ia tinggal di rumah Gayus dan menulis surat kepada jemaat di Roma. [1]Paulus menulis surat ini kira-kira pada tahun 58 M. Ada juga pendapat yang mengemukakan bahwa surat ini ditulis sekitar tahun 56 atau 57. Waktu itu ia sedang menyelesaikan tugasnya untuk membantu jemaat di Yerusalem yang saat itu sangat miskin dan membutuhkan dana. Ketika surat ini dibuat, Paulus sedang bersiap-siap untuk membawakan dana kepada jemaat di Yerusalem.[2]
1.2.Konteks Sastra
Paulus biasanya tidak menulis sendiri surat-suratnya, melainkan mendiktekannya kepada seorang sekretaris, dan kemudian membubuhkan tanda tangannya.  Ketika Paulus menyusun surat-suratnya, dalam pikirannya ia mempunyai gambaran yang jelas akan orang-orang yang akan menerima suratnya itu, dan ia mencurahkan isi hatinya kepada mereka dalam kalimat-kalimat yang kadang-kadang tidak beraturan, karena begitu besar hasratnya untuk segera menolong mereka menghadapi masalah-masalahnya.[3]
Pada pasal 12-15, Paulus kemudian meninggalkan pernyataan-pernyataan teologis, dan menulis tentang penerapan kebenaran Allah secara praktis dalam kehidupan orang Kristen. Di sini ia membahas hubungan orang Kristen dengan jemaat, dengan orang lain, dan dengan negara. Ia meringkaskan kewajiban orang Kristen secara keseluruhan dengan kata-kata “kasiih adalah kegenapan hukum taurat”. Ia sekali lagi menandaskan peraturan yang dipaksakan dari luar, melainkan oleh kuasa Roh Kudus yang bekerja dalam diri orang percaya. Tetapi hasil akhir dari pekerjaan Roh Kudus adalah pada kenyataannya Hukum Allah dipelihara.[4]
Terlebih khusus pasal 12. Di sini dapat ditemukan kembali pola penulisan Paulus yang selalu ia pakai. Ia selalu mengakhiri surat-suratnya dengan nasihat praktis. Dalam pasal 12 ini, terdapat nasihat untuk hidup yang memiliki visi spiritual yaitu mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan yang berkenan di hadapan Allah sebagai wujud ibadah yang sejati.























BAB II
TAFSIRAN TERPERINCI
ROMA 12:1-2

            Paulus telah menerima visi dari Allah. Dan visi itu telah menjadi nyata dalam kehidupannya. Dan ia telah mengeksekusi visi yang sudah ia terima dari Allah dalam kehidupan pelayanannya. Meskipun ia tidak secara langsung bertemu dengan jemaat di Roma, tetapi ia memiliki kerinduan untuk membagikan visi yang telah ia terima dan yang telah ia eksekusi ini kepada jemaat di sana. Paulus memulai perikop ini dengan kata “karena itu”. Pernyataan “karena itu“ mengindikasikan bahwa Paulus menuliskan sebuah hal yang datang dari apa yang telah dia sampaikan sebelumnya. Dalam pasal 1 hingga pasal 8, dia menjelaskan tentang kemurahan Allah terhadap bangsa-bangsa lain, yaitu terhadap kita. Dan di dalam pasal 9, 10, 11, dia berbicara tentang kemurahan dan belas kasihan Allah terhadap orang Yahudi.
(ilustrasi) Contoh kasus SBY memberi grasi kepada “ratu narkoba” Scapelle Corby, dll, Jokowi yang memberikan grasi kepada Dwi Trisna Firmansyah yang melakukan pembunuhan sadis di Pekanbaru dan Antasari Azhar yang membunuh Nazrudin Zulkarnaen.

(aplikasi) Kita pun sungguh beruntung karena kita dibebaskan dari hukuman yang harusnya kita tanggung karena dosa-dosa kita. Tuhan Yesus sendiri yang mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa itu. Inilah alasan mengapa kita harus mencapai visi spiritualitas kita dan mengeksekusinya seperti Paulus.

1.      Eksekusi Visi

a.      Mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah
Nasihat yang disampaikan Paulus bersifat sebuah permohonan yang mendesak, dimana permohonan tersebut dia sampaikan secara langsung kepada jemaat di Roma melalui tulisannya di dalam surat ini. Permohonan Paulus yang mendesak ini juga bersifat pribadi, artinya Paulus ingin agar setiap pribadi jemaat yang ada di Roma bisa mengikuti nasihat yang disampaikannya, karena nasihat tersebut bersifat mendesak, dan berlaku mulai saat surat itu dibacakan kepada jemaat tersebut.
Kata “persembahan“ menggambarkan tubuh kita sebagai “korban” yang dipersembahkan diatas mezbah. Kata “hidup“ memiliki arti hidup, tidak mati, tidak terbunuh. Hal ini menggambarkan bahwa kita harus mempersembahkan tubuh kita ke atas mezbah dalam keadaan hidup.
Kata “kudus“ memiliki arti “murni” dan “tanpa noda”. Sedangkan kata “berkenan” memiliki arti “yang berkenan/menyenangkan”, “Tanpa cacat”. Jadi secara keseluruhan melalui bagian ini Paulus menasehatkan kepada jemaat di Roma agar mereka pribadi lepas pribadi membawa tubuhnya masing-masing ke dalam hadirat Tuhan atau ke Mezbah-Nya sebagai sebuah kurban yang benar-benar hidup, muni (tanpa noda), dan tanpa cacat yang menyenangkan hati Tuhan.
Kemudian dilanjutkan dengan: ‘itu adalah ibadahmu yang sejati’. Dalam Bahasa Yunaninya, tertulis: λογικὴν λατρείαν ὑμῶν.  Dimana kata : λογικὴν (kasus akusatif) – diartikan sebagai ‘penuh pemikiran/berpikir secara hati-hati’; sedangkan kata λατρείαν ὑμῶν – menunjukkan penyembahanmu. Oleh karena itu, saya lebih condong menerjemahkan sebagai “itu penyembahanmu dengan penuh pemikiran yang dapat kamu berikan.”
Jadi arti secara keseluruhan ayat ini (secara harafiah): Paulus meminta dengan sangat/ mendesak jemaat di kota Roma untuk mempersembahkan tubuh (secara totalitas) sebagai suatu korban persembahan yang hidup dan  kudus, yang berkenan bagi Allah. Itu semua karena atas karya yang sudah Ia lakukan dalam kehidupan kita, berdasarkan kemurahan Allah semata.
(Ilustrasi) Saya memiliki seorang teman yang sedang menjalin kasih. Ketika kekasihnya berulangtahun, ia benar-benar meluangkan waktu berhari-hari untuk mencari hadiah bagi kekasihnya. Walaupun hanya sebuah dompet, ia rela mencari dompet yang terbaik yang bisa diberikan dihari yang berbahagia itu. Belum lagi saat ia mencari bungkus kado dan kartu ucapan, dipilih yang terbaik dan terindah menurut dia. Dan akhirnya, kado itu bisa dikemas dengan bungkusan yang terbaik. Karena kado itu dianggap layak diterima oleh kekasihnya.

(Aplikasi) Hadiah kado akan  diusahakan sedemikian rupa untuk orang yang dikasihi, apalagi kepada Tuhan, yang sudah terlebih dulu mengasihi dan melakukan karya keselamatan dalam hidup kita. Dan kalau kita bisa sampai pada saat ini, juga karena kemurahan-Nya belaka. Bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah mempersembahkan tubuh kita yang hidup dan kudus sebagai rasa penyembahan kita kepada Allah, yang layak menerimanya; berdasarkan kemurahan-Nya belaka?
Mengapa mempersembahkan tubuh? Menurut saya, selama kita hidup di bumi ini, tubuh kita inilah yang seringkali berbuat dosa, tubuh inilah yang sulit dikendalikan, tubuh inilah yang paling sulit diajak hidup dalam kebenaran. Maka tidak heran jika Paulus menasihatkan kita untuk mempersembahkan tubuh.
Kita adalah ciptaan Tuhan yang sempurna. Termasuk tubuh kita. Dan sudah selayaknya tubuh ini dikembalikan kepada Tuhan untuk dipakai Tuhan. Hal ini berarti, harus ada penyerahan totalitas hidup kita kepada Tuhan. Jangan setengah-setengah. Hati dan pikiran kita harus balance! Kalau hati kita ingn diserahkan kepada Tuhan, ingin melayani Tuhan, dsb tapi pikiran kita masih pikiran jahat yang berarti diserahkan kepada dunia, sama saja bohong! Itu bukanlah penyerahan total. Jika hati dan pikiran kita diserahkan kepada Tuhan, sudah pasti secara otomatis, seluruh aspek dalam hidup kita, kita serahkan kepada Tuhan. Seperti tenaga, talenta, dan semua karunia yang telah Tuhan berikan. Ini dilakukan  sebagai tanggapan terhadap kasih karunia Allah yang telah diberikan kepada kita.

b.      Jangan menjadi serupa dengan dunia ini
Ayat ini berbicara tentang sebuah nasihat dari Paulus kepada jemaat di Roma agar mereka hidup tidak lagi hidup seperti orang-orang dunia, tidak lagi berfikiran seperti orang-orang dunia, dan tidak lagi bertingkah seperti orang-orang dunia.
Kita bukan seperti seekor bunglon yang dapat berubah warna sesuai dengan tempat dimana kita tinggal. Paulus minta agar jemaatnya di Roma tidak terpengaruh dengan kondisi dunia pada masa kini. Orang Kristen jangan mudah terpengaruh. Orang Kristen harus menunjukkan jati diri-Nya sebagai orang percaya. Dengan cara ‘berubahlah’ (ἀλλὰ μεταμορφοῦσθε) dimana diterjemahkan: ‘tetapi (kamu) berubahlah’. Kata μεταμορφοῦσθε – dari kata ‘morphe’; Dimana kata ‘morphe’ menunjuk pada ‘transformasi dari dalam’ dimana terdapat perubahan karakter yang mendasar secara mendalam.
Lalu ‘berubah oleh apa’? berubah oleh pembaharuan budi. suatu tindakan yang membuat seseorang menjadi baru secara rohani atau ‘mengalami pembaharuan’. Pembaharuan ‘konsep pikir/cara pikir atau bersikap’.
Dengan ‘pembaharuan budi’ inilah kita dapat “membedakan (mengetahui) manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”  Suatu akibat yang dihasilkan dari adanya ‘pembaharuan budi’.
Secara keseluruhan ayat ini berarti: “tidak mengikuti arus/kondisi jaman ini, namun bertransformasilah dimulai adanya pembaharuan dalam akal budi/konsep pikiranmu sehingga dapat mengetahui apakah kehendak Allah: yang baik, yang berkenan/sesuai, dan yang sempurna.

(aplikasi) Cara yang kedua untuk mengeksekusi visi yaitu dengan menjaga diri kia supaya kita tidak menjadi serupa dengan dunia. Hal ini lebih menekankan pada cara hidup dan hal etis. Harapan Paulus agar orang percaya menunjukkan cara hıdup yang berbeda dengan mereka yang tidak mengenal Allah. Berani tampil beda. Di sini dibutuhkan kesadaran bahwa kita telah diselamatkan dan dikuduskanNya. Fırman Tuhan mengingatkan supaya kita "Berubah oleh Pembaharuan Budi". Akal budi yang sudah dikuduskan dipastikan dapat mengambil keputusan yang tepat/benar.









BAB III
RANGKUMAN
            Dalam surat Paulus pasal 1-11 berisi ajaran-ajaran tentang asas-asas dan persoalan-persoalan. Ia telah megatakan bagaimana  orang dapat menjadi benar. Dalam pasal 12:1-2 ini Paulus berusaha untuk menerangkan hidup beriman dalam kehidupan sehari-hari dan kewajiban untuk hidup secara Kristen yang harus memiliki visi bagi spiritualitas kehidupan Kristen.
            Dengan demikian, kita menemukan visi bagi spiritualitas kita. Dalam kedua ayat ini ada kata yang diulang, yaitu “berkenan”. Itulah yang menjadi visi bagi spiritualitas kita yaitu menjadi apa yang berkenan kepada Allah dan yang dikehendaki Allah. Dan marilah kita mengeksekusinya dengan mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan yang sesuai dengan kehendak Allah, serta tidak menjadi serupa dengan dunia ini. VISI TANPA EKSEKUSI HANYALAH SEBUAH ILUSI.













[1] Dave Hagelberg, Tafsiran Surat Roma. (Bandung: Yayasan Kalam Hidup 2000), 271
[2] John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta: Bpk Gunung Mulia 1996), 368-370
[3] William Barclay,  Pemahaman Alkitab Setiap Hari, (Jakarta: Bpk Gunung Mulia 2011), 9
[4] John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta: Bpk Gunung Mulia 1996), 371

1 komentar: