Senin, 20 November 2017

MAZMUR 84: MEMBANGUN ROHANI YANG KUAT DALAM PERSEKUTUAN

-Noviani Yunita Sari
Teks: Mazmur 84:1-13
Tema: Membangun Rohani yang Kuat Dalam Persekutuan

PENDAHULUAN
Apa alasan kita datang beribadah? Apakah hanya sebuah peraturan atau keharusan? Menurut saudara, apakah ibadah atau perekutuan itu harus dilakukan? Mengapa? Salah satu alasannya adalah dalam persekutuan, kita dapat membangun rohani yang kuat.  Ini salah satu dari "Nyanyian Sion", dan agaknya dipakai oleh mereka yang berziarah ke Kota Suci. berupa puji-pujian kaum peziarah mengungkapkan kerinduannya untuk pergi ke Rumah Tuhan, Maz 84:2-4, dan tinggal di situ seperti burung-burung tinggal dekat mezbah Tuhan, Maz 84:4. Berbahagialah mereka yang boleh tinggal di bait Allah dan boleh berziarah ke situ, Maz 84:5-6. Kerinduan hangat itu meringankan perjalanan, sehingga daerah tandus dan kersang nampak memancarkan air dan disirami hujan lembut, Maz 84:7-8. Setibanya kaum peziarah memanjatkan doa bagi mereka yang berbakti di Rumah Tuhan dan merekapun bergembira karena berada dekat Tuhan yang melimpahkan karuniaNya, Maz 84:8-12. Lalu, bagaimana kita dapat membangun rohani yang kuat daam persekutuan?
ISI
1.      Membangun kerinduan untuk beribadah dan menikmati ibadah/ persekutuan (2-5)
Bagian pertama (2-5), pemazmur menggambarkan kerinduannya untuk berada di rumah Tuhan dengan memakai ilustrasi burung pipit dan burung layang-layang yang bersarang bahkan pada mezbah-mezbahnya(4). Begitu rindunya pemazmur sehingga di satu sisi ia merasa jiwa hancur, di sisi lain hati dan daging bersorak-sorai. Perasaan yang paradoks ini ditutup dengan pernyataan berbahagia bagi orang yang hidup di rumah Tuhan (5).
Ilustrasi: lagu natal
Lagu itu menggambarkan betapa rindunya dan hancurnya seeorang yang ingin sekali bertemu dengan orangtuanya pada saat natal. Pasti kita pun demikian. Tapi, apakah kerinduan dan hancur hati itu telah kita bangun kepada Tuhan? Apakah kita sungguh-sungguh memiliki kerinduan untuk beribadah? Jika kita sadari betapa bahagianya orang yang hidup di rumah Tuhan, beribadah dan bersekutu, maka secara otomatis kita dapat memiliki kerinduan untuk datang beribadah kepada Tuhan

2.      Persekutuan/ ibadah harus memperkuat bukan memperlemah kerohanian (6-8)
Bagian kedua (6-8), pemazmur beralih dari kerinduan berada di rumah Tuhan pada perjalanan ziarah ke rumah Tuhan. Mereka haruslah melewati lembah baka.
Lembah Baka merupakan bagian dari suatu wilayah yang berpadang gurun di dataran Israel. Suatu lembah yang penuh dengan semak belukar dan duri. Kering tapi bukan berarti tidak memiliki air. Di tengah kondisi yang tandus seperti itu, masih ditemukan beberapa sumur air, namun demikian air dalam sumur itu sangat sulit untuk dijangkau mengingat kondisi alam yang demikian curam. Alih-alih mendapatkan air segar dari sumur, yang terjadi adalah mengalirnya air mata karena kondisi yang sangat tidak mudah untuk memperoleh air.

Namun di tengah kondisi yang sedemikian sulit, pemazmur menyaksikan bahwa kekuatan yang dari Tuhan sajalah yang membuat mereka tidak berlarut-larut dalam kesedihan, bahkan bersukacita kerena kekuatan yang Tuhan berikan. Kerinduan untuk segera berjumpa dengan Tuhan di Bait-Nya telah mengalahkan segala rasa takut dan sedih, bahkan mereka seolah-olah menikmati kondisi Lembah Baka, yang tadinya terkenal dengan sebutan Lembah Air Mata namun mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air. Bukan karena mereka telah menggali sumur-sumur baru di lembah itu, tetapi sukacita hati dan kebahagiaan karena limpahan kekuatan yang mereka terima dari Tuhan itu bagaikan aliran mata air dan curahan hujan dari Sorga yang menyegarkan jiwa mereka. Mungkin keadaan yang harus mereka lalui tidak berubah, namun kondisi hati merekalah yang telah berubah. Dan sukacita itulah sesungguhnya yang membuat mereka sanggup mengalahkan situasi seburuk apapun. Orang yang bertekad untuk ke rumah Tuhan, akan mampu menghadapi segala hadangan untuk sampai ke sana. Kemampuan mereka adalah anugerah Tuhan.
Stephen Tong pernah berkata: Sejak usia 3 tahun, saya tidak punya papa, maka saya sangat mengerti kesusahan anak piatu. Saya pernah miskin, maka saya mengerti, tak punya uang memang bisa membuat orang serasa hampir gila, maka saya akan membantu sambil memberi dia tantangan, sambil melatih sambil menghibur. Saat keadilan Allah dan kasih Allah bisa dipadukan dengan harmonis justru akan membuahkan kuasa: Tuhan membiarkanmu mengalami kesulitan, karena Dia akan menjadikanmu penghibur bagi mereka yang dirundung kesusahan. Masalahnya: saat kita berada di lembah air mata, sering kita bersungut-sungut, mengomel, tidak memandangnya sebagai kesempatan untuk mengalahkannya.

Marilah kita, melalui persekutuan dengan Tuhan, mengalahkan lembah airmata itu. Persekutuan kita dengan Tuhanlah yang akan memperkuat kita. Untuk beroleh kekuatan kita harus melekat kepada Tuhan, karena tanpa pertolonganNya kita tidak akan mampu menghadapi semuanya itu.  Ini perlu latihan, artinya setiap hari kita harus rela dilatih dan dibentuk Tuhan melalui berbagai ujian dan tantangan yang ada.  Namun, jika kita sungguh-sungguh rindu untuk menghadap hadirat Tuhan, beribadah kepada Tuhan, persekutuan kita akan menguatkan kerohanian kita. Jika kita sungguh-sungguh rindu dengan Tuhan, sungguh-sungguh merenungkan firman-Nya, hal itu akan membuat kerohanian kita semakin kuat.

3.      Persekutuan/ibadah harus Meningkatkan iman dan kehidupan yang tak bercela (9-13)
Di tengah mazmur ini muncul permohonan agar Tuhan mendengar dan menjawab kerinduan hatinya (9-10). Doa ini mencerminkan iman pemazmur. Mazmur ini ditutup dengan mengulangi lagi kerinduan yang sudah dikobarkan di bagian pembuka (11-13), Pelataran Allah merupakan pilihannya (ay. 11). Ia sangat menghormati ketetapan-ketetapan kudus, jauh melebihi apa pun, dan ia mengungkapkan penghargaannya, dengan lebih mengingini waktu untuk menyembah Allah daripada waktu-waktu lainnya dan Dengan lebih menginginkan tempat ibadah daripada tempat lainnya. Ia ingin terus menerus dalam persekutuan intim dengan Tuhan. Perbandingan satu hari dengan seribu hari mau mengatakan bahwa kedekatan dengan Tuhan melebihi segala-galanya yang bisa didapatkan dari dunia ini. Karena ia menyadari bahwa Tuhan adalah matahari dan perisai. Tuhan yang menerangi kehidupannya dan menjadi pelindung baginya. Pemazmur juga menyadari bahwa Tuhan tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.

Persekutuan kita dengan Tuhan haruslah meningkatkan iman dan kehidupan kita yang tidak bercela. Dengan demikian, Tuhanpun tidak akan menahan kebaikan-Nya atas kita. Janji ini secara khusus ditujukan kepada kita jika kita dengan sungguh-sungguh berusaha untuk hidup saleh dan benar. Yang dipandang baik oleh Allah berkaitan langsung dengan penggenapan maksud-Nya di dalam hidup kita. Tugas kita adalah hidup tulus dan mengandalkan Allah untuk menyediakan segala sesuatu yang baik

PENUTUP

Mari membangun kerinduan dan menikmati ibadah/ persekutuan dan biarlah persekutuan itu dapat memperkuat dan meningkatkan iman dan kehidupan rohani kita

Kamis, 19 Oktober 2017

SEJARAH GEREJA BNKP

BAB I
PENDAHULUAN

Di antara pulau-pulau lepas pantai barat Sumatera, pulau Nias adalah yang terbesar dan yang paling padat penduduknya. Pulau ini barulah dijajah orang Belanda sekitar tahun 1900. Sebelumnya, Belanda hanya menguasai daerah terbatas di sekeliling Gunung Sitoli. Penduduk, khususnya di pulau Nias, tidak menjadi pelaut, melainkan hidup dari usaha bercocok tanam. Maka masyarakatnya berifat tertutup dan adat serta agama turun-temurun berpengaruh besar.[1]
Misionaris Jerman pertama yang mendarat di Gunungsitoli adalah Pendeta L. Denninger. Misionaris lainnya menyusul kemudian. Mereka menembus kawasan Nias bagian Selatan pada tahun 1883 tetapi ditampik oleh orang-orang pribumi disana. Berpuluh tahun kemudian, mereka berhasil mengkristenkan penduduk pribumi, perubahan agama penduduk pribumi menjadi Kristen mempengaruhi sikap mereka terhadap kebudayaan, termasuk agama nenek moyang mereka. Fungsi agama kuno sebagai kontrol sosial dalam pengertian tradisionil telah ditransformasikan ke dalam etika Kristen, walaupun sebagian unsur kuno itu masih dipertahankan. Materi kebudayaan kuno seperti patung, batu-batu monumen gendang, tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Mungkin saja para penduduk masih mempertahankan beberapa tetapi hanya sekedar kenangan manis terhadap benda yang pernah dicintai dan dimiliki pada masa lampau.[2]






BAB II
ISI
A.    Permulaan Usaha PI
Akibat Perang Hidayat[3], maka sekitar tahun 1860 beberapa tenaga RMG kehilangan tempat kerja. Salah seorang di antara mereka bernama E.L. Denninger. Sebelum diutus ke Kalimantan iapun pernah menjadi tukang sapu cerobong asap rumah-rumah di Berlin. Oleh pengurus RMG di Barmen, Denninger disuruh pergi ke tanah Batak, tetapi karena isterinya sakit, ia terpaksa tinggal di Padang. Di sana ia enjalin hubungan dengan orang-orang Nias yang hidup di perantauan. Namun ia sampai pada kesimpulan, lebih bermanfaat kiranya kalau pergi sendiri ke Nias. Maka pada tanggal 27 September 1865 Denninger mendarat di Gunung Sitoli. Sebelumnya, antara tahun 1832-1835, telah ada dua misionaris (Katolik) bangsa Perancis bekerja di Nias, namun karya mereka tidak meninggalkan hasil.[4]
B.     1865-1890
Untuk menarik perhatian orang banyak supaya mau belajar Firman Tuhan dan nyanyian-nyanyian gereja, Denninger lebih dahulu membagikan tembakau untuk rokok dan ramuan sirih. Dalam masa permulaan yang sulit itu, Denninger berusaha mengajar beberapa pemuda agar dapat membaca dan menulis. Permulaan sekolah ini hanya diselenggarakan di rumah penduduk, dan ternyata berhasil, sehingga pemuda-pemuda inilah yang mampu menjadi pembantu-pembantu Denninger untuk mengajar anak-anak di sekitar Gunungsitoli pada tahun  1866.
Pada tahun 1872, tujuh tahun setelah kedatangan Denninger di Pulau Nias, datang pula missionaris kedua dari RMG yaitu Pendeta J.W. Thomas. Ia belajar bahasa Nias dari Denninger, kemudian melayani di Pos Pekabaran Injil  yang baru di Ombõlata.[5]
Sesudah itu  pada tahun 1873 datang lagi missionaris kegita bernama Kramer. Ia ditempatkan di Gunungsitoli bersama dengan istrinya yang terkenal sangat rajin berkunjung kepada keluarga-keluarga di Kampung Hilina’a, sehingga  pada hari paskah tahun 1874 berhasil dilaksanakan Baptisan pertama kepada 25 orang penduduk Kampung Hilina’a, termasuk Yawaduha, Salawa/kepala kampung Hilina’a. Dalam masa itu telah diciptakan sarana-sarana yang memungkinkan perluasan di kemudian hari. Pertama, orang Kristen Nias telah belajar untuk ikut aktif mengabarkan Injil. Salah seorang tokoh Nias yang berperanan besar dalam usaha P.I ialah kepala kampung, Ama Mandranga.[6]
Hasil pekabaran Injil berikutnya yakti pembaptisan 6 orang penduduk Ombõlata, tempat Pdt. J.W. Thomas melayani, dan pada tahun 1876 menyusul lagi pembaptisan 32 orang penduduk Faechu (±2 km dari Ombõlata). Pada tahun 1876 itu pula berdirilah Gedung Gereja yang pertama di Nias, yaitu di Ombõlata, dan pada tahun 1880 disusul lagi berdirinya gedung Gereja yang kedua, yaitu di Faechu.
Satu tahun sebelum meninggal dunia, yaitu pada tahun 1875, Denninger pergi berobat ke Batavia. Dan Pada tahun 1876 tiba di Nias missionaris keempat bernama Dr. W.H. Sundermann. Setelah dua tahun bersama Kramer di Gunungsitoli, Doktor Theologia ini merasa matang berbahasa Nias, lalu membuka Pos Pekabaran Injil  di Dahana, namun di sana ia berhadapan dengan penyembahan berhala yang begitu kuat. Sebab itu Ia beralih ke bidang pendidikan dan menghimpun dan mengajar para pemuda setempat. Usahanya inilah yang merupakan cikap bakal berdirinya Sekolah Guru di Nias.
Pada tahun 1881 datang lagi misionaris kelima bernama J.A. Fehr. Dia ini yang mengantikan J.W. Thomas di Ombõlata pada tahun 1883, sebab J.W. Thomas pergi berusaha membuka pos Pekabaran Injil di Sa’ua, meskipun usahanya  itu ternyata gagal.
Pada tahun 1882 didirikan sebuah lembaga pendidikan guru. Tetapi menonjollah bahwa penduduk Nias kalau meminta tenaga penginjil, lebih mengharapkan kedatangan seorang zendeling bangsa lain daripada tenaga sesuku mereka. Namun, para zendeling sadar akan peranan penting pembantu-pembantu mereka itu, sehingga mereka tetap berupaya meningkatkan wewenang pembantu itu di mata orang Nias. Pun upaya supaya jemaat-jemaat Nias menjadi swadaya telah dimulai agak dini. Sarana yang hendak disebut terakhir ialah penerjemahan Alkitab dan buku-buku lain ke dalam bahasa Nias (Utara) oleh pekabar Injil H. Sundermann, dengan bantuan Ama Mandranga dan beberapa orang Nias lannya (Injil Lukas, 1874; PB, 1891).[7]
Dalam 25 tahun masa permulaan ini, 5 orang pendeta penginjil dari RMG Jerman telah bekerja di Nias. Namun usaha Pekabaran Injil banyak kesulitan, seperti pengaruh agama suku yang sangat kuat, gangguan keamanan, wabah penyakit, keadaan geografi dan lain-lain. Daerah yang dicapai hanya di sekitar Gunungsitoli saja, dengan 3 Pos Pekabaran Injil yaitu Gunungsitoli, Ombõlata, dan Dahana. Usaha Denninger (yang dibantu oleh Kodding dan Mohri) di Onolimbu (Muara sungai Idanõ Mola) pada tahun 1867, Sunderman di Tugala Lahõmi-Sirombu tahun 1875/1876, J.W. Thomas di Sa’ua tahun 1885, semua itu baru bersifat penjajakan.
Walaupun banyak kesulitan yang dialami serta jangkauan Pekabaran Injil yang dapat dicapai tidak begitu luas, namun dalam periode ini telah berhasil dibaptis sebanyak 699 orang (148 orang di Gunungsitoli, 348 orang di Ombõlata dan 203 orang di Dahana). Juga diantara mereka telah dipilih beberapa orang menjadi penatua.[8]
C.     1891-1916
Usaha Pekabaran Injil pada periode ini ternyata mengalami kemajuan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada periode ini berhasil masuk di Nias bagian Tengah sampai  ke Nias bagian Barat, Pantai sebelah Timur sampai di Nias bagian Selatan, Nias bagian Utara dan di Pulau-pulau Batu.[9]
Sementara itu, para zendeling menambahkan pada jumlah para guru dan penatua menjadi hampir 500. Diciptakannya pula jabatan sinenge ("rasul"), yang melayani jemaat-jemaat yang tidak mempunyai sekolah. Pada tahun 1906 ditahbiskanlah pendeta Nias yang pertama. Terjemahan seluruh Alkitab selesai dicetak pada tahun 1913. Bidang kegiatan para zendeling luas sekali: mereka membangun jalan-jalan, mendirikan bank tabungan, membuka kebun-kebun kopi, semua dalam rangka melicinkan jalan bagi usaha pI dan meningkatkan daya ekonomi jemaat Kristen. Berkat usaha mereka di bidang kesehatan, jumlah orang Kristen meningkat oleh pertumbuhan alamiah (masih terlepas dari masuknya orang yang bukan Kristen), sedangkan jumlah penduduk pulau Nias dalam keseluruhannya menurun akibat penyakit-penyakit menular. Dalam pada itu, para zendeling masih kurang senang melihat keadaan jemaat secara batin: penyalahgunaan minuman keras, kekacauan di bidang perkawinan, keengganan untuk memberi sumbangan berupa uang atau benda bagi kehidupan jemaat, masih merajalela. Pun mayoritas orang Nias tetap menolak Injil. Kata seorang zendeling. "Saya merasa bagaikan ular yang berusaha menggigiti besi".[10]
D.    Kebangunan Besar dan Hasil-hasilnya
Pada tahun 1916, terjadi kebangunan besar yang bermula di jemaat Helefanicha. Ada seorang yang menangis terus-menerus karena menyesali dosanya. Peristiwa ini pun terus terulang dan makin banyak orang yang demikian. Kebangunan yang berlangsung selama sepuluh tahun lebih itu membawa hasil besar bagi kehidupan jemaat, untuk perseorangan dan untuk persekutuan. Orang menghayati agama Kristen secara lebih mendalam; kabar kesukaan tentang keampunan dosa telah menjadi kenyataan hidup bagi mereka. Pergaulan antara sesama anggota jemaat menjadi santai, bebas, tidak lagi dibuat kaku oleh kenangan akan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh anggota yang satu terhadap yang lain. Kehidupan persekutuan jemaat diperkaya, sebab, daripada bersikap pasif sambil menunggu tindakan penghantar jemaat, kini anggota jemaat ikut serta dalam segala macam kegiatan persekutuan. Namun, sesudah sepuluh tahun, gerakan kebangunan yang besar itu mereda. Lalu dalam banyak hal keadaan semula berlaku kembali. Jemaat kembali menjadi pasif, kerelaan berkorban bagi kehidupan jemaat menghilang lagi, disiplin gereja perlu diterapkan lagi, adat kembali berkuasa di atas hukum Kristen (khususnya dalam hal mas kawin/jujuran yang terlalu tinggi). Dalam dasawarsa-dasawarsa yang kemudian, sebagian dari massa yang masuk Kristen malah memisahkan diri atau berhasil ditarik oleh misi Katolik.[11]
E.     Gereja Berdiri Sendiri
Setelah gerakan kebangunan mereda, para zendeling mulai memikirkan kemandirian gereja. Pada tahun 1936 selesailah mereka merancangkan tata gereja. Lalu diadakan sinode Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) yang pertama (18 November 1936). Sinode itu menerima tata gereja yang telah dirancangkan. Keinginan Pengurus RMG di Barmen supaya semua pekabar Injil bangsa Eropa otomotis menjadi anggota sidang sinode dipenuhi; sebaliknya para zendeling menolak permintaan orang Kristen Nias, agar setiap distrik gereja diperbolehkan mengutus seorang tokoh masyarakat (seorang kepala suku) ke sinode sebagai anggota yang berhak penuh. Pada tahun 1940, semua zendeling bangsa Jerman ditawan oleh gubernemen. Maka fungsi ketua sinode (Ephorus) diambil alih oleh serang pendeta Nias, bernama Atefona Harefa. pada tahun 1942, para pendeta Belanda yang telah menggantikan orang Jerman yang ditawan itu diinternir pula oleh penguasa Jepang. Maka gereja harus benar-benar berdiri sendiri. Barulah pada tahun 1951 seorang utusan zending dari Jerman (seorang dokter) kembali bekerja di Nias, disusul oleh sejumlah orang Eropa yang lain. Namun, kedudukan mereka ini berbeda dengan kedudukan para zendeling sebelum perang: mereka mendapat status "penasihat".[12]
F.      Nama, Kedudukan, dan Logo BNKP
BNKP adalah singkatan dari Banua Niha Keriso Protestan yang merupakan persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus yang berasal dari suku Nias dan suku-suku lainnya di dunia. BNKP hadir dan melayani di seluruh wilayah Indonesia dan Kantor Sinodenya berkedudukan di Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara. Logo BNKP adalah seperti terlihat di bawah ini:

Dengan arti dan makna sebagai berikut:
1.      BNKP mengaku bahwa Yesus Kristus yang ditandai dengan salib-Nya telah memanggil suku Nias dan sukusuku lainnya dari dunia ke dalam terang-Nya yang ajaib untuk beroleh pengampunan dan keselamatan.
2.      Tulisan BNKP yang mengitari salib, merupakan pengakuan bahwa kehidupan BNKP secara total adalah dari, oleh dan untuk Yesus Kristus.
3.      BNKP sebagai gereja telah diutus kembali ke dalam dunia yang ditandai dengan bola bumi, untuk memberitakan salib Kristus dalam menyatakan pembebasan, pengampunan, perdamaian dan berkatbagi segala makhluk.
4.      BNKP sebagai gereja berpengharapan akan kehidupan yang kekal yang ditandai dengan mahkota yang telah dipersiapkan oleh Yesus Kristus bagi orang yang percaya dan setia kepada-Nya.[13]
















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sebagai dampak datangnya Injil dan usaha pekabaran injil di Nias, maka berdirilah Gereja BNKP yang melembaga sebagai satu sinode  pada tanggal 18 November 1936. BNKP adalah satu gereja beraliran reformasi di Indonesia, yang telah menjelma di Pulau Nias sejak kedatangan Missionaris pertama Ernst Ludwig Denninger di Pulau Nias pada hari Rabu, tanggal  27 September 1865. Denninger memiliki banyak cara untuk menarik perhatian supaya orang-orang mau belajar Firman Tuhan dan menyanyikan puji-pujian. Dalam perkembangannya tercatat bahwa BNKP berasal dari hasil pemberitaan Injil  para utusan Rheinische Missions Gessellschaft (RMG) dan ada pula utusan dari Belanda yang selanjutnya diteruskan oleh para pemberita Injil Ono Niha.
B.     Saran
Para misionaris yang melayani di Pulau Nias, patutlah menjadi teladan bagi kita. Mereka sudah mengalami hal-hal yang pahit, namun tetap teguh dalam pemberitaan Injil. Kerinduan mereka supaya semua bangsa mengenal Injil-Nya haruslah juga tertanam dalam diri kita walaupun dalam pelayanan banyaklah tantangan yang harus kita hadapi. Kita juga dapat meneladani Denninger, di mana dalam melayani kita harus memikirkan berbagai macam cara untuk menarik perhatian orang-orang sehingga mereka tertarik untuk belajar Firman Tuhan dan Kristuslah yang dipermuliakan.





[1] Dr. Th. Van den End, Dr. J. Weitjens, S.J, Ragi Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-sekarang, Jakarta: Gunung Mulia, 1993, 202
[2] Bambowo La‟iya, Solidaritas Kekeluargaan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1983, Hal 27.
[3] Perang Hidayat/ Perang Banjar (1859-1905)] adalah perang perlawanan terhadap penjajahan kolonial Belanda yang terjadi di Kesultanan Banjar yang meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
[4] Dr. Th. Van den End, Dr. J. Weitjens, S.J, Ragi Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-sekarang, Jakarta: Gunung Mulia, 1993, 202

[5] https://bnkpteladan.wordpress.com/bnkp/
[6] http://www.sabda.org/sejarah/artikel/pekabaran_injil_dan_gereja_di_nias.htm
[7] Dr. Th. Van den End, Dr. J. Weitjens, S.J, Ragi Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-sekarang, Jakarta: Gunung Mulia, 1993, 203
[8] https://bnkpteladan.wordpress.com/bnkp/
[9] Ibid..
[10] Dr. Th. Van den End, Dr. J. Weitjens, S.J, Ragi Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-sekarang, Jakarta: Gunung Mulia, 1993, 203
[11] http://www.sabda.org/sejarah/artikel/pekabaran_injil_dan_gereja_di_nias.htm
[12] Dr. Th. Van den End, Dr. J. Weitjens, S.J, Ragi Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-sekarang, Jakarta: Gunung Mulia, 1993, 206
[13] tata-gereja-banua-niha-keriso-protestan-bnkp.pdf

2 Raja-raja 22:1-13 "Keteladanan Pemimpin Reformis"

Nama   : Noviani Yunita Sari
Nats     : 2 Raja-raja 22:1-13
“Keteladanan Pemimpin Reformis”

PENDAHULUAN
Pada tanggal 31 nanti, kita akan memperingati 500 tahun Reformasi. Apa itu reformasi? Reformasi secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Tokoh reformasi Protestan yang kita kenal yaitu Martin Luther dan John Calvin. Namun, jauh sebelumnya ada seorang tokoh pemimpin reformis yang memimpin sejak dia masih muda, yaitu Raja Yosia. Dalam 2 Raja-raja 22:1-13, kita dapat belajar bagaimana mejadi pemimpin yang reformis. Yosia, adalah salah satu raja di dalam sejarah kerajan Yehuda (Israel Bagian Selatan) yang mempunyai track record yang sungguh mengagumkan. Di dalam sejarah raja-raja Israel dan Yehuda, tidak banyak ditemukan raja yang benar di mata TUHAN. Di antara sekian yang takut akan TUHAN, terdapat hanya beberapa nama raja yang takut akan TUHAN. Kelahirannya sudah dinubuatkan sebagai pemimpin yang reformis di Kitab 1 Raja-Raja 13:2 pada masa pemerintahan Yerobeam oleh seorang abdi Allah. Yosia adalah seorang raja yang lahir dari seorang ayah dan kakek yang tidak takut akan TUHAN dengan segala tingkah laku mereka yang jahat.  Nama ayahnya adalah Amon dan nama kakeknya adalah Manasye.
ISI
Menjadi pemimpin yang reformis, kita harus menjalin hubungan vertical kita dengan Tuhan, dengan cara:
1.      Memperbaharui Hubungan Dengan TUHAN (2 Raja-Raja 22:3-7)
Semenjak jatuhnya raja Salomo, tidak ada raja yang bertahta di Yerusalem yang sungguh-sungguh memperhatikan rumah TUHAN yang dibangun oleh Salomo atas rancangan Raja Daud. Bukan hanya tidak dirawat, rumah TUHAN malahan dinajiskan oleh raja-raja sebelum Yosia dengan meletakkan berhala-berhala di dalamnya. Di komplek rumah TUHAN pun dijadikan tempat untuk melakukan hal-hal najis. Hasil dari usaha reformisnya tersebut, akhirnya kitab Taurat ditemukan di dalam rumah TUHAN.  Jika dilihat Tindakan memperbaiki Bait Suci itu dapat dikatakan kurang tepat dan hasilnya kurang efektif, sebab 2 raja sebelum Yosia sudah terlanjur merusak moral, akhlak, dan kerohanian bangsa Yehuda. Untuk memperbaiki keadaan ini dibutuhkan usaha yang lebih dari sekadar memperbaiki bait Allah.
Sesungguhnya Yosia tidak mempunyai penuntun, karena pada zaman raja Manasye, hampir seluruh salinan kitab Taurat Musa sudah dimusnahkannya. Namun Allah tidak membiarkan kerinduannya yang tulus menjadi padam. Ia memberkati usaha Yosia. Perbaikan bait Allah memang tidak membawa kepada pembaharuan rohani namun memimpin kepada ditemukannya kitab Taurat -- yang akan memberi arah dan petunjuk bagi Yosia.
Ada 2x Yosia mengatakan “memperbaiki” (5-6). Di sini maknanya tidak hanya memperbaiki, namun juga memperkokoh/memperkuat. Yosia ingin rumah Tuhan itu diperbaiki sehingga menjadi lebih kokoh dan kuat. Dengan memperbaiki rumah Tuhan ini, Yosia ingin memperbaiki hubungan bangsa Israel dengan Tuhan yang telah rusak. Rumah Tuhan dipakai untuk menyembah Tuhan, bukan berhala, dan untuk menyenangkan hati Tuhan.


TUHAN selalu menyatakan diri kepada orang yang tulus mencarinya. Begitu juga dalam hal ini, saat renovasi rumah TUHAN dilakukan dengan sungguh-sungguh, kitab Taurat ditemukan kembali. Hubungan kita dengan Tuhan yang sudah longgar atau malah rusak, haruslah kita perbaiki sehingga kita memiliki hubungan yang kuat dan kokoh dengan Tuhan.


2.      Peka Terhadap Suara TUHAN (2 Raja-Raja 22:11)
Faktor yang membuat Yosia mengoyakkan pakaiannya adalah bagian-bagian yang  berisi hukuman yang akan menimpa kerajaannya(ayat 1-17). Raja Yosia peka, tahu dan menyadari kebobrokn bangsanya yang membuat Tuhan akan menjatuhkan malapetaka atas Yehuda.  Dibutuhkan sebuah kepekaan untuk dapat mengerti isi Firman TUHAN jika dihubungkan dengan sebuah keadaan.
Sensifitas terhadap suara TUHAN dibutuhkan hal ini, apalagi kalau Firman TUHAN dibacakan secara general.

Salah satu yang menarik perhatian saya adalah analogi hubungan seorang ibu dengan bayinya yang baru lahir. Di tempat umum (rumah sakit bersalin), di tengah-tengah kesimpang-siuran suara ibu-ibu dan tangisan bayi-bayi lainnya, ibu itu bisa mengenali nada suara tangisan bayinya sendiri. Begitu juga kebalikannya. Semua itu menjadi mungkin hanya oleh karena mereka mempunyai ikatan ‘batin’ yang begitu dekat!

Ilustrasi tersebut jelas menggambarkan keintiman hubungan yang kita perlukan untuk bisa mempunyai kemampuan untuk mendengar suara Tuhan. Karena memang, persekutuan melalui doa dan kerajinan mempelajari alkitab, dengan berlalunya waktu akan membuat ‘telinga’ hati kita menjadi semakin peka akan suara Roh Kudus. Maka dari itu, kembali lagi bahwa hubungan kita dengan Tuhan yang mungkin telah rusak haruslah diperbaharui dan dipererat kembali.

3.      Meminta Petunjuk Kepada TUHAN
Setelah menyadari bahwa ada yang salah, seorang pemimpin yang baik pastilah akan bertindak dengan hati-hati, dalam hal ini raja Yosia ingin mengetahui lebih spesifik apa yang akan terjadi menimpa dirinya dan rakyatnya sehingga jika memang segala sesuatu masih bisa diperbaiki, maka hal itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Maka dari itu, Yosia memerintahkan imam Hilkia dan lain-lain untuk pergi kepada seorang nabiah yang bernama Hulda untuk meminta petunjuk dari Tuhan.
Dalam ayat 13 ini, kata “meminta” bukan hanya sekedar meminta, melainkan juga “mencari”.

Berdasarkan ilmu kedokteran, tanda adalah petunjuk yang nampak dan dapat dilihat secara objektif, sementara gejala adalah petunjuk yang tidak tampak dan merupakan suatu pendapat yang subjektif. Tanpa kedua hal ini, sangat sulit bagi para dokter untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Tanpa diagnosis yang tepat, tentu bisa dipastikan dokter tidak dapat memberikan tatalaksana yang memadai kepada pasien.

Demikian juga halnya dengan kehidupan manusia. Manusia benar-benar membutuhkan petunjuk di dalam hidupnya. Allah ingin kita mencari petunjuk dari-Nya melalui doa (Yak. 1:5). Dia juga memberi kita bimbingan melalui Roh Kudus (Yoh. 14:26) dan firman-Nya (Mzm. 119:105). Dia menyediakan para pembina rohani dan pemimpin yang bijaksana. Dan Dia telah memberi kita teladan dalam diri Yesus.

PENUTUP

Salah satu kunci untuk menjadi pemimpin yang reformis adalah dengan menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan dengan cara memperbaharui hubungan kita yang mungkin telah rusak, peka terhadap suara-Nya, dan meminta petunjuk kepada Tuhan untuk melakukan sesuatu. Marilah kita sama-sama belajar untuk menjadi pemimpin yang reformis yang juga dapat menjadi teladan bagi orang lain.

Kamis, 05 Oktober 2017

2 TESALONIKA 1:1-12 "BERDIRI TEGUH DI TENGAH PERSOALAN"

Nama   :           Noviani Yunita Sari
Tema   :           Berdiri Teguh Di Tengah Persoalan
Bacaan            :           2 Tesalonika 1:1-12

Pendahuluan :
Beberapa tahun terkahir ini kita mendengar dan menyaksikan berbagai berita aneh dan membuat kita ciut untuk menghadapi hidup. Berita kekerasan yang dilakukan oleh ISIS yang ramai dibicarakan beberapa waktu yang silam, dan di Indonesia beberapa ormas yang menentang kekristenan sering muncul. Penindasan terhadap pengikut Kristus tidak hanya terjadi sekarang-sekarang ini saja. Jemaat di Tesalonika pun mengalaminya.

Isi :
Dari 2 Tesalonika : 1-12 ini, ada beberapa hal yang perlu kita cermati bersama
1.      Sikap kita dalam menghadapi persoalan ( 2 Tes 1:1-5)
a.       Menyadari bahwa kasih karunia dan damai sejahtera-Nya menyertai kita
Rasul Paulus mengawali isi suratnya dengan sambutan hangat kepada jemaat yang ada di Tesalonika. Dan di dalam ayat 2, ada kata “menyertai kamu”. Kata ini sebenarnya memiliki arti “untuk/bagi kamu”. Jadi, “kasih karunia bagimu sekalian”. Dilanjutkan kalimat “dari Allah, Bapa kita”. Kata frase “kita” disini menekankan hubungan pribadi yang intim dari Paulus dan para petobat yang baru kepada SEORANG yang mereka sembah. Ada orang yang merasa dekat kepada Yesus namun masih merasa takut pada Allah Bapa.  Paulus memberi jaminan bahwa mereka dapat memiliki keyakinan dalam hubungan mereka dengan Bapa seperti dengan Yesus, karena Yesus datang ke dunia ini untuk menunjukkan kepada kita seperti apakah Bapa itu. Bapa yang adalah milik mereka juga.
b.      Kuat dalam iman, kasih, dan tabah
Paulus melanjutkan dengan pemberian apresiasi, “Kami wajib selalu mengucap syukur  kepada Allah karena kamu, saudara-saudara”--- Kata “wajib” (terikat/harus) adalah kata kerja.  Paulus merasa wajib untuk bersyukur pada Allah atas jemaat Tesalonika, karena apa?.  Karena iman mereka semakin bertambah kuat dan kasih mereka terhadap satu sama lain bertambah meningkat.  Kata kerjanya disini dalam bentuk present tense(masa sekarang).  Ini berarti bahwa pertumbuhan iman dan kasih mereka sangat kosisten dan berkelanjutan.
   Paulus memuji tentang IMAN, KASIH dan KETABAHAN MEREKA. Karena iman mereka yang semakin bertambah kuat, kasih terHadap satu sama lain bertambah meningkat, karena iman bekerja melalui kasih dan kesabaran/ketabahan mereka dalam penderitaan/aniaya yang terjadi pada saat itu.
Mereka dapat bertahan dalam penganiayaan karena iman mereka berakar pada penghormatan yang mendalam terhadap kasih Allah, dan kasih terhadap sesama yang dapat saling menguatkan,  serta kesadaran bahwa dunia ini akan segera berlalu saat Kristus datang kembali untuk memberikan upah bagi mereka yang setia dan menghukum orang jahat.
Kesabaran terhadap penderitaan dan iman yang berani di bawah penganiayaan merupakan BUKTI pemeliharaan-Nya bagi para penderita, dan dengan demikian bukti bahwa Dia pada akhirnya akan membalikkan ketidak-adilan dunia. Dan mereka yang teguh dalam imannya, layak menjadi warga kerajaan Allah.

Seorang anak perempuan mengeluh pada sang ayah tentang kehidupannya yang sangat berat. Ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukan dan bermaksud untuk menyerah. Ia merasa capai untuk terus berjuang dan berjuang. Bila satu persoalan telah teratasi, maka persoalan yang lain muncul.

Lalu, ayahnya yang seorang koki membawanya ke dapur. Ia mengisi tiga panci dengan air kemudian menaruh ketiganya di atas api. Segera air dalam panci-panci itu mendidih. Pada panci pertama dimasukkannya beberapa wortel. Ke dalam panci kedua dimasukkannya beberapa butir telur. Dan, pada panci terakhir dimasukkannya biji-biji kopi. Lalu dibiarkannya ketiga panci itu beberapa saat tanpa berkata sepatah kata.

Sang anak perempuan menunggu dengan tidak sabar. Ia keheranan melihat apa yang dikerjakan ayahnya. Setelah sekitar dua puluh menit, ayahnya mematikan kompor. Diambilnya wortel-wortel dan diletakkannya dalam mangkok. Diambilnya pula telur-telur dan ditaruhnya di dalam mangkok. Kemudian dituangkannya juga kopi ke dalam cangkir.

Segera sesudah itu ia berbalik kepada putrinya, dan bertanya: “apa yang kaulihat?”

“Wortel, telur, dan kopi,” jawab anaknya.

Sang ayah membawa anaknya mendekat dan memintanya meraba wortel. Ia melakukannya dan mendapati wortel-wortel itu terasa lembut. Kemudian sang ayah meminta anaknya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah mengupas kulitnya si anak mendapatkan telur matang yang keras. Yang terakhir sang ayah meminta anaknya menghirup kopi. Ia tersenyum saat mencium aroma kopi yang harum. Dengan rendah hati ia bertanya “Apa artinya, bapa?”

Sang ayah menjelaskan bahwa setiap benda telah merasakan penderitaan yang sama, yakni air yang mendidih, tetapi reaksi masing-masing berbeda. Wortel yang kuat, keras, dan tegar, ternyata setelah dimasak dalam air mendidih menjadi lembut dan lemah. Telur yang rapuh, hanya memiliki kulit luar tipis yang melindungi cairan di dalamnya. Namun setelah dimasak dalam air mendidih, cairan yang di dalam itu menjadi keras. Sedangkan biji-biji kopi sangat unik. Setelah dimasak dalam air mendidih, kopi itu mengubah air tawar menjadi enak.

“Yang mana engkau, anakku?” sang ayah bertanya. “Ketika penderitaan mengetuk pintu hidupmu, bagaimana reaksimu? Apakah engkau wortel, telur, atau kopi?”

Bagaimana dengan anda?

Apakah Anda seperti sebuah wortel, yang kelihatan keras, tetapi saat berhadapan dengan kepedihan dan penderitaan menjadi lembek, lemah, dan kehilangan kekuatan?

Apakah Anda seperti telur, yang mulanya berhati penurut? Apakah engkau tadinya berjiwa lembut, tetapi saat ada masalah, Anda menjadi keras hati dan kepala batu? Kulit luar Anda memang tetap sama, tetapi apakah Anda menjadi pahit, keras hati, serta kepala batu?

Atau apakah Anda seperti biji kopi? Kopi mengubah air panas, hal yang membawa kepedihan itu, bahkan pada saat puncaknya ketika mencapai 100º C. Ketika air makin panas, rasanya justru menjadi lebih enak.

Apabila Anda seperti biji kopi, maka ketika segala hal seolah-olah dalam keadaan yang terburuk sekalipun Anda dapat menjadi lebih baik dan juga membuat suasana di sekitar Anda menjadi lebih baik.

Bagaimana cara Anda menghadapi penderitaan? Apakah seperti wortel, telur, atau biji kopi?

Kita harus meneladani sikap jemaat di Tesalonika. Di mana ada penderitaan, dan kita merasa ditindas oleh orang lain, di situlah iman kita bertambah kuat. Kasih kita kepada sesama kita makin erat, bahkan mengasihi orang yang menyakiti kita. dan kita pun dapat tabah menjalani setiap tantangan dalam hidup kita. Karena kita yakin bahwa Allah menyertai kita dan Allah akan melayakkan kita untuk menjadi warga kerajaan-Nya.

2.      Tindakan Allah bagi yang menderita
 “Paulus disini sedang membedakan upah/imbalan dari para penganiaya dan orang-orang yang dianiaya.  Penganiaya akan menerima penderitaan mereka seperti apa yang telah mereka lakukan terhadap orang lain, sedangkan orang yang dianiaya akan mendapatkan apa yang telah mereka rindukan, yaitu: KELEGAAN. Kata “kelegaan” di dalam ayat 7 ini, menggunakan kata anesin yang dapat juga berarti pemulihan, kelepasan, bahkan pertolongan. Itu semua sebagai bukti keadilan Allah.

Di Indonesia, terdapat suatu hukum yang mungkin banyak orang tidak mengetahuinya. Yaitu Undang-undang dan ancaman hukumannya untuk beberapa pelanggaran kesejahteraan hewan. Seperti Praktek Kekerasan di Masyarakat Termasuk pemukulan, penusukan, pencekikan, dan pembuangan hewan. KUHP pasal 302; 406; 335; 170; 540. Hukuman maksimal 12 tahun penjara. Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan no. 18 Tahun2009, pasal 66 dan 67. Pengandangan dan Perantaian Termasuk kandang yang tidak layak, kekurangan air atau makanan; salah urus; penyiksaan. KUHP pasal 302; 406; 540; 335. Hukuman maksimal 2 tahun penjara. Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan no. 18 Tahun2009, pasal 66 dan 67.

Demikian juga manusia di hadapan Allah. jadi, kita tidak perlu khawatir. Jika kita saat ini mengalami ketidak-adilan, merasa tertindas ataupun menderita, dan bahkan jika kita nantinya mengalami penderitaan karena iman kita kepada Kristus, kita harus percaya bahwa Tuhan sendiri yang akan memberikan pembalasan. Dan bagi orang benar, Ia akan memberikan Kelegaan. Pertolongan-Nya untuk melepaskan kita dari penderittan akan nyata. Hanya Tuhan yang sanggup melepaskan kita. Biarlah Allah sendiri yang bertindak. Jika kita mengambil keputusan untuk bertindak, dalam arti balas dendam, itu membuat kita semakin sesak.
(iklan)
Dan pada saat kita merasakan kesesakan, pergumulan hidup terasa berat, hanya Tuhan Yesuslah yang sanggup memberikan kelegaan bagi kita. Yang perlu kita lakukan hanyalah penyerahan total kepada Allah. Jika kita mengandalkan kekuatan kita sendiri, kita tidak akan mampu mengatasinya.

3.      Kuasa Doa untuk pertumbuhan rohani (11-12)
Paulus menekankan betapa kuasa dan mujarabnya doa. Di sini Paulus, Timotius, dan Silwanus berdoa bagi jemaat Tesalonika. Dari sini kita dapat melihat manfaat doa, yaitu:
a.       Supaya Allah membuat kita layak bagi panggilan-Nya
Kita dipanggil dengan panggilan yang tinggi dan kudus. Kita dipanggil untuk Kerajaan Allah dan kemuliaan-Nya. Dan hal ini haruslah menjadi perhatian utama kita untuk bagaimana menjadi layak di hadapan Allah. Karena kita sendiri tidak memiliki kelayakkan untuk itu.
b.      Supaya Allah menyempurnakan perbuatan baik dan iman kita
Jika ada yang baik di dalam diri kita, itu adalah buah dari kebaikan Allah. sesungguhnya, karena eksistensi dosa, manusia tidak mampu lagi untuk berbuat baik. Perbuatan baik yang dilakukan di luar Kristus pastilah memiliki motivasi lain di belakangnya. Dan secara khusus, Paulus berdoa supaya Allah menyempurnakan pekerjaan iman dengan kekuatan Tuhan. Penyempurnaan pekerjaan iman ini diperlukan untuk penyempurnaan pekerjaan baik lainnya dan kuasa Allah tidak saja telah memulainya, tetapi juga melanjutkan dan menyempurnakan pekerjaan iman itu.
c.       Sehingga nama Yesus, Tuhan kita dimuliakan
Inilah tujuan yang harus kita capai di dalam segala sesuatu yang kita kerjakan, inginkan, bahkan yang kita alami, yaitu supaya Allah dimuliakan di dalam segala sesuatu.
(lagu: doa mengubah segala sesuatu)
Tiap doa yang lahir dari iman berkuasa menyelamatkan. Doa juga bisa mengubah segala sesuatu. Doa adalah power yang kuat dan energi penyemangat untuk mampu melewati setiap tantangan hidup! Orang yang berdoa adalah orang yang membutuhkan Tuhan demikian sebaliknya! Tuhan siap untuk mendengar keluh kesah kita dan doa-doa kita! Dan dengan doa, kita dapat memohon supaya Tuhan melayakkan kita, menyempurnakan perbuatan baik dan iman kita. Sehingga, dalam keadaan sulit sekalipun, nama Tuhan tetap dimuliakan.

Penutup :

Jadilah pengikut Kristus yang kuat sekuat batu karang, jadilah pemberi semangat dan harapan baru untuk orang-orang di sekitar kita yang sedang menghadapi persoalan berat. Bisikkan kepada mereka bahwa ada Yesus yang siap untuk menampung bebanmu, percaya dan berserahlah!