BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Konteks Historis
Surat Paulus ini sudah
pasti ditujukan kepada jemaat di Roma. Jemaat Roma pada saat itu sedang
mendapat banyak tekanan baik dari orang Yahudi
maupun orang-orang Roma
sendiri. Selain itu di dalam tubuh jemaat Roma sendiri sedang terjadi konflik.
Oleh karena itu Paulus mengirimkan surat ini untuk menasihati jemaat di Roma.
Paulus menasihati mereka bagaimana seharusnuya bersikap terhadap keadaan
mereka dan bagaimana sikap mereka kepada pemerintah. Paulus menulis surat ini
untuk menjelaskan pengertiannya tentang agama Kristen
dan tuntutan-tuntutannya yang praktis untuk kehidupan orang-orang Kristen.
Diperkirakan
bahwa Paulus menulis surat ini ketika tinggal di Korintus.
Di sana ia tinggal di rumah Gayus
dan menulis surat kepada jemaat di Roma. [1]Paulus
menulis surat ini kira-kira pada tahun 58 M. Ada juga pendapat yang
mengemukakan bahwa surat ini ditulis sekitar tahun 56 atau 57. Waktu itu ia
sedang menyelesaikan tugasnya untuk membantu jemaat di Yerusalem
yang saat itu sangat miskin dan membutuhkan dana. Ketika surat ini dibuat,
Paulus sedang bersiap-siap untuk membawakan dana kepada jemaat di Yerusalem.[2]
1.2.Konteks
Sastra
Paulus biasanya
tidak menulis sendiri surat-suratnya, melainkan mendiktekannya kepada seorang
sekretaris, dan kemudian membubuhkan tanda tangannya. Ketika Paulus menyusun surat-suratnya, dalam
pikirannya ia mempunyai gambaran yang jelas akan orang-orang yang akan menerima
suratnya itu, dan ia mencurahkan isi hatinya kepada mereka dalam
kalimat-kalimat yang kadang-kadang tidak beraturan, karena begitu besar
hasratnya untuk segera menolong mereka menghadapi masalah-masalahnya.[3]
Pada
pasal 12-15, Paulus kemudian meninggalkan pernyataan-pernyataan teologis, dan
menulis tentang penerapan kebenaran Allah secara praktis dalam kehidupan orang
Kristen. Di sini ia membahas hubungan orang Kristen dengan jemaat, dengan orang
lain, dan dengan negara. Ia meringkaskan kewajiban orang Kristen secara
keseluruhan dengan kata-kata “kasiih adalah kegenapan hukum taurat”. Ia sekali
lagi menandaskan peraturan yang dipaksakan dari luar, melainkan oleh kuasa Roh
Kudus yang bekerja dalam diri orang percaya. Tetapi hasil akhir dari pekerjaan
Roh Kudus adalah pada kenyataannya Hukum Allah dipelihara.[4]
Terlebih
khusus pasal 12. Di sini dapat ditemukan kembali pola penulisan Paulus yang
selalu ia pakai. Ia selalu mengakhiri surat-suratnya dengan nasihat praktis.
Dalam pasal 12 ini, terdapat nasihat untuk hidup yang memiliki visi spiritual
yaitu mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan yang
berkenan di hadapan Allah sebagai wujud ibadah yang sejati.
BAB II
TAFSIRAN TERPERINCI
ROMA 12:1-2
Paulus
telah menerima visi dari Allah. Dan visi itu telah menjadi nyata dalam
kehidupannya. Dan ia telah mengeksekusi visi yang sudah ia terima dari Allah
dalam kehidupan pelayanannya. Meskipun ia tidak secara langsung bertemu dengan
jemaat di Roma, tetapi ia memiliki kerinduan untuk membagikan visi yang telah
ia terima dan yang telah ia eksekusi ini kepada jemaat di sana. Paulus memulai
perikop ini dengan kata “karena itu”. Pernyataan
“karena itu“ mengindikasikan bahwa Paulus menuliskan sebuah hal yang datang
dari apa yang telah dia sampaikan sebelumnya. Dalam pasal 1 hingga pasal 8, dia
menjelaskan tentang kemurahan Allah terhadap bangsa-bangsa lain, yaitu terhadap
kita. Dan di dalam pasal 9, 10, 11, dia berbicara tentang kemurahan dan belas
kasihan Allah terhadap orang Yahudi.
(ilustrasi)
Contoh kasus SBY memberi grasi kepada “ratu narkoba” Scapelle Corby, dll,
Jokowi yang memberikan grasi kepada Dwi Trisna Firmansyah yang melakukan
pembunuhan sadis di Pekanbaru dan Antasari Azhar yang membunuh Nazrudin
Zulkarnaen.
(aplikasi)
Kita pun sungguh beruntung karena kita dibebaskan dari hukuman yang harusnya
kita tanggung karena dosa-dosa kita. Tuhan Yesus sendiri yang mengorbankan
diri-Nya untuk menanggung dosa itu. Inilah alasan mengapa kita harus mencapai
visi spiritualitas kita dan mengeksekusinya seperti Paulus.
1.
Eksekusi Visi
a. Mempersembahkan
tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah
Nasihat yang
disampaikan Paulus bersifat sebuah permohonan yang mendesak, dimana permohonan
tersebut dia sampaikan secara langsung kepada jemaat di Roma melalui tulisannya
di dalam surat ini. Permohonan Paulus yang mendesak ini juga bersifat pribadi,
artinya Paulus ingin agar setiap pribadi jemaat yang ada di Roma bisa mengikuti
nasihat yang disampaikannya, karena nasihat tersebut bersifat mendesak, dan
berlaku mulai saat surat itu dibacakan kepada jemaat tersebut.
Kata “persembahan“
menggambarkan tubuh kita sebagai “korban” yang dipersembahkan diatas mezbah.
Kata “hidup“ memiliki arti hidup, tidak mati, tidak terbunuh. Hal ini menggambarkan
bahwa kita harus mempersembahkan tubuh kita ke atas mezbah dalam keadaan hidup.
Kata “kudus“ memiliki
arti “murni” dan “tanpa noda”. Sedangkan kata “berkenan” memiliki arti “yang
berkenan/menyenangkan”, “Tanpa cacat”. Jadi secara keseluruhan melalui bagian
ini Paulus menasehatkan kepada jemaat di Roma agar mereka pribadi lepas pribadi membawa tubuhnya masing-masing ke dalam hadirat
Tuhan atau ke Mezbah-Nya sebagai sebuah kurban yang benar-benar hidup, muni
(tanpa noda), dan tanpa cacat yang menyenangkan hati Tuhan.
Kemudian dilanjutkan dengan: ‘itu adalah ibadahmu yang
sejati’. Dalam Bahasa Yunaninya, tertulis: λογικὴν λατρείαν ὑμῶν. Dimana kata : λογικὴν (kasus akusatif) – diartikan sebagai ‘penuh
pemikiran/berpikir secara hati-hati’; sedangkan
kata λατρείαν ὑμῶν – menunjukkan penyembahanmu. Oleh karena itu, saya lebih
condong menerjemahkan sebagai “itu
penyembahanmu dengan penuh pemikiran yang dapat kamu berikan.”
Jadi arti secara keseluruhan ayat ini (secara harafiah):
Paulus meminta dengan sangat/ mendesak jemaat di kota Roma untuk
mempersembahkan tubuh (secara totalitas) sebagai suatu korban persembahan yang
hidup dan kudus, yang berkenan bagi
Allah. Itu semua karena atas karya yang sudah Ia lakukan dalam kehidupan kita,
berdasarkan kemurahan Allah semata.
(Ilustrasi)
Saya memiliki seorang teman yang sedang menjalin kasih. Ketika kekasihnya
berulangtahun, ia benar-benar meluangkan waktu berhari-hari untuk mencari
hadiah bagi kekasihnya. Walaupun hanya sebuah dompet, ia rela mencari dompet
yang terbaik yang bisa diberikan dihari yang berbahagia itu. Belum lagi saat ia
mencari bungkus kado dan kartu ucapan, dipilih yang terbaik dan terindah
menurut dia. Dan akhirnya, kado itu bisa dikemas dengan bungkusan yang terbaik.
Karena kado itu dianggap layak diterima oleh kekasihnya.
(Aplikasi)
Hadiah kado akan diusahakan sedemikian
rupa untuk orang yang dikasihi, apalagi kepada Tuhan, yang sudah terlebih dulu
mengasihi dan melakukan karya keselamatan dalam hidup kita. Dan kalau kita bisa
sampai pada saat ini, juga karena kemurahan-Nya belaka. Bagaimana dengan kita?
Apakah kita sudah mempersembahkan tubuh kita yang hidup dan kudus sebagai rasa
penyembahan kita kepada Allah, yang layak menerimanya; berdasarkan
kemurahan-Nya belaka?
Mengapa
mempersembahkan tubuh? Menurut saya, selama kita hidup di bumi ini, tubuh kita
inilah yang seringkali berbuat dosa, tubuh inilah yang sulit dikendalikan,
tubuh inilah yang paling sulit diajak hidup dalam kebenaran. Maka tidak heran
jika Paulus menasihatkan kita untuk mempersembahkan tubuh.
Kita
adalah ciptaan Tuhan yang sempurna. Termasuk tubuh kita. Dan sudah selayaknya
tubuh ini dikembalikan kepada Tuhan untuk dipakai Tuhan. Hal ini berarti, harus ada penyerahan totalitas hidup kita
kepada Tuhan. Jangan setengah-setengah. Hati dan pikiran kita harus
balance! Kalau hati kita ingn diserahkan kepada Tuhan, ingin melayani Tuhan,
dsb tapi pikiran kita masih pikiran jahat yang berarti diserahkan kepada dunia,
sama saja bohong! Itu bukanlah penyerahan total. Jika hati dan pikiran kita
diserahkan kepada Tuhan, sudah pasti secara otomatis, seluruh aspek dalam hidup
kita, kita serahkan kepada Tuhan. Seperti tenaga, talenta, dan semua karunia
yang telah Tuhan berikan. Ini dilakukan sebagai tanggapan terhadap kasih karunia Allah
yang telah diberikan kepada kita.
b.
Jangan menjadi serupa dengan dunia ini
Ayat ini berbicara
tentang sebuah nasihat dari Paulus kepada jemaat di Roma agar mereka hidup
tidak lagi hidup seperti orang-orang dunia, tidak lagi berfikiran seperti
orang-orang dunia, dan tidak lagi bertingkah seperti orang-orang dunia.
Kita bukan seperti seekor bunglon yang dapat berubah
warna sesuai dengan tempat dimana kita tinggal. Paulus minta agar jemaatnya di
Roma tidak terpengaruh dengan kondisi dunia pada masa kini. Orang Kristen
jangan mudah terpengaruh. Orang Kristen harus menunjukkan jati diri-Nya sebagai
orang percaya. Dengan cara ‘berubahlah’ (ἀλλὰ μεταμορφοῦσθε)
dimana diterjemahkan: ‘tetapi (kamu) berubahlah’. Kata μεταμορφοῦσθε – dari kata ‘morphe’;
Dimana kata ‘morphe’ menunjuk pada
‘transformasi dari dalam’ dimana terdapat perubahan karakter yang mendasar
secara mendalam.
Lalu ‘berubah oleh apa’? berubah oleh pembaharuan budi.
suatu tindakan yang membuat seseorang menjadi baru secara rohani atau
‘mengalami pembaharuan’. Pembaharuan ‘konsep pikir/cara pikir atau bersikap’.
Dengan ‘pembaharuan budi’ inilah kita dapat “membedakan
(mengetahui) manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah
dan yang sempurna” Suatu akibat yang
dihasilkan dari adanya ‘pembaharuan budi’.
Secara
keseluruhan ayat ini berarti: “tidak mengikuti arus/kondisi jaman ini, namun
bertransformasilah dimulai adanya pembaharuan dalam akal budi/konsep pikiranmu
sehingga dapat mengetahui apakah kehendak Allah: yang baik, yang
berkenan/sesuai, dan yang sempurna.
(aplikasi) Cara yang kedua untuk mengeksekusi visi yaitu dengan
menjaga diri kia supaya kita tidak menjadi serupa dengan dunia. Hal ini lebih
menekankan pada cara hidup dan hal etis. Harapan Paulus agar orang percaya
menunjukkan cara hıdup yang berbeda dengan mereka yang tidak mengenal Allah.
Berani tampil beda. Di sini dibutuhkan kesadaran bahwa kita telah diselamatkan
dan dikuduskanNya. Fırman Tuhan mengingatkan supaya kita "Berubah oleh
Pembaharuan Budi". Akal budi yang sudah dikuduskan dipastikan dapat
mengambil keputusan yang tepat/benar.
BAB
III
RANGKUMAN
Dalam
surat Paulus pasal 1-11 berisi ajaran-ajaran tentang asas-asas dan
persoalan-persoalan. Ia telah megatakan bagaimana orang dapat menjadi benar. Dalam pasal 12:1-2
ini Paulus berusaha untuk menerangkan hidup beriman dalam kehidupan sehari-hari
dan kewajiban untuk hidup secara Kristen yang harus memiliki visi bagi
spiritualitas kehidupan Kristen.
Dengan
demikian, kita menemukan visi bagi spiritualitas kita. Dalam kedua ayat ini ada
kata yang diulang, yaitu “berkenan”. Itulah
yang menjadi visi bagi spiritualitas kita yaitu menjadi apa yang berkenan
kepada Allah dan yang dikehendaki Allah. Dan marilah kita mengeksekusinya
dengan mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan
yang sesuai dengan kehendak Allah, serta tidak menjadi serupa dengan dunia ini. VISI TANPA EKSEKUSI HANYALAH SEBUAH ILUSI.
Good kak Nov
BalasHapus