Nama : Noviani Yunita Sari
Nats : 2 Raja-raja 22:1-13
“Keteladanan
Pemimpin Reformis”
PENDAHULUAN
Pada
tanggal 31 nanti, kita akan memperingati 500 tahun Reformasi. Apa itu
reformasi? Reformasi secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah
ada pada suatu masa. Tokoh reformasi Protestan yang kita kenal yaitu Martin
Luther dan John Calvin. Namun, jauh sebelumnya ada seorang tokoh pemimpin
reformis yang memimpin sejak dia masih muda, yaitu Raja Yosia. Dalam 2
Raja-raja 22:1-13, kita dapat belajar bagaimana mejadi pemimpin yang reformis. Yosia,
adalah salah satu raja di dalam sejarah kerajan Yehuda (Israel Bagian Selatan)
yang mempunyai track record yang sungguh mengagumkan. Di dalam sejarah
raja-raja Israel dan Yehuda, tidak banyak ditemukan raja yang benar di mata
TUHAN. Di antara sekian yang takut akan TUHAN, terdapat hanya beberapa nama
raja yang takut akan TUHAN. Kelahirannya sudah dinubuatkan sebagai pemimpin
yang reformis di Kitab 1 Raja-Raja 13:2 pada masa pemerintahan Yerobeam oleh
seorang abdi Allah. Yosia adalah seorang raja yang lahir dari seorang ayah
dan kakek yang tidak takut akan TUHAN dengan segala tingkah laku mereka yang
jahat. Nama ayahnya adalah Amon dan nama
kakeknya adalah Manasye.
ISI
Menjadi pemimpin yang reformis, kita harus menjalin
hubungan vertical kita dengan Tuhan, dengan cara:
1.
Memperbaharui
Hubungan Dengan TUHAN (2 Raja-Raja 22:3-7)
Semenjak jatuhnya raja Salomo, tidak ada raja
yang bertahta di Yerusalem yang sungguh-sungguh memperhatikan rumah TUHAN yang
dibangun oleh Salomo atas rancangan Raja Daud. Bukan hanya tidak dirawat, rumah
TUHAN malahan dinajiskan oleh raja-raja sebelum Yosia dengan meletakkan berhala-berhala
di dalamnya. Di komplek rumah TUHAN pun dijadikan tempat untuk melakukan
hal-hal najis. Hasil dari usaha reformisnya tersebut, akhirnya kitab Taurat
ditemukan di dalam rumah TUHAN. Jika
dilihat Tindakan memperbaiki Bait Suci itu dapat dikatakan kurang tepat dan
hasilnya kurang efektif, sebab 2 raja sebelum Yosia sudah terlanjur merusak
moral, akhlak, dan kerohanian bangsa Yehuda. Untuk memperbaiki keadaan ini
dibutuhkan usaha yang lebih dari sekadar memperbaiki bait Allah.
Sesungguhnya Yosia tidak mempunyai penuntun,
karena pada zaman raja Manasye, hampir seluruh salinan kitab Taurat Musa sudah
dimusnahkannya. Namun Allah tidak membiarkan kerinduannya yang tulus menjadi
padam. Ia memberkati usaha Yosia. Perbaikan bait Allah memang tidak membawa kepada
pembaharuan rohani namun memimpin kepada ditemukannya kitab Taurat -- yang akan
memberi arah dan petunjuk bagi Yosia.
Ada 2x Yosia mengatakan “memperbaiki” (5-6). Di
sini maknanya tidak hanya memperbaiki, namun juga memperkokoh/memperkuat. Yosia
ingin rumah Tuhan itu diperbaiki sehingga menjadi lebih kokoh dan kuat. Dengan
memperbaiki rumah Tuhan ini, Yosia ingin memperbaiki hubungan bangsa Israel
dengan Tuhan yang telah rusak. Rumah Tuhan dipakai untuk menyembah Tuhan, bukan
berhala, dan untuk menyenangkan hati Tuhan.
TUHAN selalu menyatakan diri kepada orang yang
tulus mencarinya. Begitu juga dalam hal ini, saat renovasi rumah TUHAN
dilakukan dengan sungguh-sungguh, kitab Taurat ditemukan kembali. Hubungan kita
dengan Tuhan yang sudah longgar atau malah rusak, haruslah kita perbaiki
sehingga kita memiliki hubungan yang kuat dan kokoh dengan Tuhan.
2.
Peka
Terhadap Suara TUHAN (2 Raja-Raja 22:11)
Faktor yang membuat Yosia mengoyakkan
pakaiannya adalah bagian-bagian yang berisi
hukuman yang akan menimpa kerajaannya(ayat 1-17). Raja Yosia peka, tahu dan
menyadari kebobrokn bangsanya yang membuat Tuhan akan menjatuhkan malapetaka
atas Yehuda. Dibutuhkan sebuah kepekaan
untuk dapat mengerti isi Firman TUHAN jika dihubungkan dengan sebuah keadaan.
Sensifitas terhadap suara TUHAN dibutuhkan hal
ini, apalagi kalau Firman TUHAN dibacakan secara general.
Salah satu yang menarik perhatian saya adalah
analogi hubungan seorang ibu dengan bayinya yang baru lahir. Di tempat umum
(rumah sakit bersalin), di tengah-tengah kesimpang-siuran suara ibu-ibu dan
tangisan bayi-bayi lainnya, ibu itu bisa mengenali nada suara tangisan bayinya
sendiri. Begitu juga kebalikannya. Semua itu menjadi mungkin hanya oleh karena
mereka mempunyai ikatan ‘batin’ yang begitu dekat!
Ilustrasi tersebut jelas menggambarkan
keintiman hubungan yang kita perlukan untuk bisa mempunyai kemampuan untuk
mendengar suara Tuhan. Karena memang, persekutuan melalui doa dan kerajinan
mempelajari alkitab, dengan berlalunya waktu akan membuat ‘telinga’ hati kita
menjadi semakin peka akan suara Roh Kudus. Maka dari itu, kembali lagi bahwa
hubungan kita dengan Tuhan yang mungkin telah rusak haruslah diperbaharui dan
dipererat kembali.
3.
Meminta
Petunjuk Kepada TUHAN
Setelah menyadari bahwa ada yang salah, seorang
pemimpin yang baik pastilah akan bertindak dengan hati-hati, dalam hal ini raja
Yosia ingin mengetahui lebih spesifik apa yang akan terjadi menimpa dirinya dan
rakyatnya sehingga jika memang segala sesuatu masih bisa diperbaiki, maka hal
itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Maka dari itu, Yosia memerintahkan
imam Hilkia dan lain-lain untuk pergi kepada seorang nabiah yang bernama Hulda
untuk meminta petunjuk dari Tuhan.
Dalam ayat 13 ini, kata “meminta” bukan hanya
sekedar meminta, melainkan juga “mencari”.
Berdasarkan ilmu kedokteran, tanda adalah
petunjuk yang nampak dan dapat dilihat secara objektif, sementara gejala adalah
petunjuk yang tidak tampak dan merupakan suatu pendapat yang subjektif. Tanpa
kedua hal ini, sangat sulit bagi para dokter untuk menegakkan diagnosis yang
tepat. Tanpa diagnosis yang tepat, tentu bisa dipastikan dokter tidak dapat
memberikan tatalaksana yang memadai kepada pasien.
Demikian juga halnya dengan kehidupan manusia.
Manusia benar-benar membutuhkan petunjuk di dalam hidupnya. Allah ingin kita
mencari petunjuk dari-Nya melalui doa (Yak. 1:5). Dia juga memberi kita
bimbingan melalui Roh Kudus (Yoh. 14:26) dan firman-Nya (Mzm. 119:105). Dia
menyediakan para pembina rohani dan pemimpin yang bijaksana. Dan Dia telah
memberi kita teladan dalam diri Yesus.
PENUTUP
Salah satu kunci untuk menjadi pemimpin yang
reformis adalah dengan menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan dengan cara
memperbaharui hubungan kita yang mungkin telah rusak, peka terhadap suara-Nya,
dan meminta petunjuk kepada Tuhan untuk melakukan sesuatu. Marilah kita
sama-sama belajar untuk menjadi pemimpin yang reformis yang juga dapat menjadi
teladan bagi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar