noviani yunita
Let's Read!!
Sabtu, 16 Mei 2020
Senin, 20 November 2017
MAZMUR 84: MEMBANGUN ROHANI YANG KUAT DALAM PERSEKUTUAN
-Noviani
Yunita Sari
Teks:
Mazmur 84:1-13
Tema:
Membangun Rohani yang Kuat Dalam Persekutuan
PENDAHULUAN
Apa
alasan kita datang beribadah? Apakah hanya sebuah peraturan atau keharusan?
Menurut saudara, apakah ibadah atau perekutuan itu harus dilakukan? Mengapa?
Salah satu alasannya adalah dalam persekutuan, kita dapat membangun rohani yang
kuat. Ini salah satu dari "Nyanyian
Sion", dan agaknya dipakai oleh mereka yang berziarah ke Kota Suci. berupa
puji-pujian kaum peziarah mengungkapkan kerinduannya untuk pergi ke Rumah
Tuhan, Maz 84:2-4, dan tinggal di situ seperti burung-burung tinggal dekat
mezbah Tuhan, Maz 84:4. Berbahagialah mereka yang boleh tinggal di bait Allah
dan boleh berziarah ke situ, Maz 84:5-6. Kerinduan hangat itu meringankan
perjalanan, sehingga daerah tandus dan kersang nampak memancarkan air dan
disirami hujan lembut, Maz 84:7-8. Setibanya kaum peziarah memanjatkan doa bagi
mereka yang berbakti di Rumah Tuhan dan merekapun bergembira karena berada
dekat Tuhan yang melimpahkan karuniaNya, Maz 84:8-12. Lalu, bagaimana kita
dapat membangun rohani yang kuat daam persekutuan?
ISI
1. Membangun
kerinduan untuk beribadah dan menikmati ibadah/ persekutuan (2-5)
Bagian pertama (2-5), pemazmur menggambarkan
kerinduannya untuk berada di rumah Tuhan dengan memakai ilustrasi burung pipit
dan burung layang-layang yang bersarang bahkan pada mezbah-mezbahnya(4). Begitu
rindunya pemazmur sehingga di satu sisi ia merasa jiwa hancur, di sisi lain
hati dan daging bersorak-sorai. Perasaan yang paradoks ini ditutup dengan
pernyataan berbahagia bagi orang yang hidup di rumah Tuhan (5).
Ilustrasi: lagu natal
Lagu itu menggambarkan betapa rindunya dan hancurnya
seeorang yang ingin sekali bertemu dengan orangtuanya pada saat natal. Pasti
kita pun demikian. Tapi, apakah kerinduan dan hancur hati itu telah kita bangun
kepada Tuhan? Apakah kita sungguh-sungguh memiliki kerinduan untuk beribadah? Jika
kita sadari betapa bahagianya orang yang hidup di rumah Tuhan, beribadah dan
bersekutu, maka secara otomatis kita dapat memiliki kerinduan untuk datang
beribadah kepada Tuhan
2. Persekutuan/
ibadah harus memperkuat bukan memperlemah kerohanian (6-8)
Bagian kedua (6-8), pemazmur beralih dari kerinduan
berada di rumah Tuhan pada perjalanan ziarah ke rumah Tuhan. Mereka haruslah
melewati lembah baka.
Lembah Baka merupakan bagian dari suatu wilayah yang
berpadang gurun di dataran Israel. Suatu lembah yang penuh dengan semak belukar
dan duri. Kering tapi bukan berarti tidak memiliki air. Di tengah kondisi yang
tandus seperti itu, masih ditemukan beberapa sumur air, namun demikian air
dalam sumur itu sangat sulit untuk dijangkau mengingat kondisi alam yang
demikian curam. Alih-alih mendapatkan air segar dari sumur, yang terjadi adalah
mengalirnya air mata karena kondisi yang sangat tidak mudah untuk memperoleh
air.
Namun di tengah kondisi yang sedemikian sulit,
pemazmur menyaksikan bahwa kekuatan yang dari Tuhan sajalah yang membuat mereka
tidak berlarut-larut dalam kesedihan, bahkan bersukacita kerena kekuatan yang
Tuhan berikan. Kerinduan untuk segera berjumpa dengan Tuhan di Bait-Nya telah
mengalahkan segala rasa takut dan sedih, bahkan mereka seolah-olah menikmati
kondisi Lembah Baka, yang tadinya terkenal dengan sebutan Lembah Air Mata namun
mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air. Bukan karena mereka telah
menggali sumur-sumur baru di lembah itu, tetapi sukacita hati dan kebahagiaan
karena limpahan kekuatan yang mereka terima dari Tuhan itu bagaikan aliran mata
air dan curahan hujan dari Sorga yang menyegarkan jiwa mereka. Mungkin keadaan
yang harus mereka lalui tidak berubah, namun kondisi hati merekalah yang telah
berubah. Dan sukacita itulah sesungguhnya yang membuat mereka sanggup
mengalahkan situasi seburuk apapun. Orang yang bertekad untuk ke rumah Tuhan,
akan mampu menghadapi segala hadangan untuk sampai ke sana. Kemampuan mereka
adalah anugerah Tuhan.
Stephen Tong pernah berkata: Sejak usia 3 tahun,
saya tidak punya papa, maka saya sangat mengerti kesusahan anak piatu. Saya
pernah miskin, maka saya mengerti, tak punya uang memang bisa membuat orang
serasa hampir gila, maka saya akan membantu sambil memberi dia tantangan,
sambil melatih sambil menghibur. Saat keadilan Allah dan kasih Allah bisa
dipadukan dengan harmonis justru akan membuahkan kuasa: Tuhan membiarkanmu
mengalami kesulitan, karena Dia akan menjadikanmu penghibur bagi mereka yang
dirundung kesusahan. Masalahnya: saat kita berada di lembah air mata, sering
kita bersungut-sungut, mengomel, tidak memandangnya sebagai kesempatan untuk
mengalahkannya.
Marilah kita, melalui persekutuan dengan Tuhan,
mengalahkan lembah airmata itu. Persekutuan kita dengan Tuhanlah yang akan
memperkuat kita. Untuk beroleh kekuatan kita harus melekat kepada Tuhan, karena
tanpa pertolonganNya kita tidak akan mampu menghadapi semuanya itu. Ini perlu latihan, artinya setiap hari kita
harus rela dilatih dan dibentuk Tuhan melalui berbagai ujian dan tantangan yang
ada. Namun, jika kita sungguh-sungguh
rindu untuk menghadap hadirat Tuhan, beribadah kepada Tuhan, persekutuan kita
akan menguatkan kerohanian kita. Jika kita sungguh-sungguh rindu dengan Tuhan,
sungguh-sungguh merenungkan firman-Nya, hal itu akan membuat kerohanian kita
semakin kuat.
3. Persekutuan/ibadah
harus Meningkatkan iman dan kehidupan yang tak bercela (9-13)
Di tengah mazmur ini muncul permohonan agar Tuhan
mendengar dan menjawab kerinduan hatinya (9-10). Doa ini mencerminkan iman
pemazmur. Mazmur ini ditutup dengan mengulangi lagi kerinduan yang sudah
dikobarkan di bagian pembuka (11-13), Pelataran Allah
merupakan pilihannya (ay. 11). Ia sangat menghormati ketetapan-ketetapan kudus,
jauh melebihi apa pun, dan ia mengungkapkan penghargaannya, dengan lebih
mengingini waktu untuk menyembah Allah daripada waktu-waktu lainnya dan Dengan
lebih menginginkan tempat ibadah daripada tempat lainnya. Ia ingin terus
menerus dalam persekutuan intim dengan Tuhan. Perbandingan satu hari dengan
seribu hari mau mengatakan bahwa kedekatan dengan Tuhan melebihi segala-galanya
yang bisa didapatkan dari dunia ini. Karena ia menyadari bahwa Tuhan adalah
matahari dan perisai. Tuhan yang menerangi kehidupannya dan menjadi pelindung
baginya. Pemazmur juga menyadari bahwa Tuhan tidak menahan kebaikan dari orang
yang hidup tidak bercela.
Persekutuan kita dengan Tuhan haruslah meningkatkan
iman dan kehidupan kita yang tidak bercela. Dengan demikian, Tuhanpun tidak
akan menahan kebaikan-Nya atas kita. Janji ini secara khusus ditujukan kepada kita
jika kita dengan sungguh-sungguh berusaha untuk hidup saleh dan benar. Yang
dipandang baik oleh Allah berkaitan langsung dengan penggenapan maksud-Nya di
dalam hidup kita. Tugas kita adalah hidup tulus dan mengandalkan Allah untuk
menyediakan segala sesuatu yang baik
PENUTUP
Mari
membangun kerinduan dan menikmati ibadah/ persekutuan dan biarlah persekutuan
itu dapat memperkuat dan meningkatkan iman dan kehidupan rohani kita
Kamis, 19 Oktober 2017
SEJARAH GEREJA BNKP
BAB
I
PENDAHULUAN
Di
antara pulau-pulau lepas pantai barat Sumatera, pulau Nias adalah yang terbesar
dan yang paling padat penduduknya. Pulau ini barulah dijajah orang Belanda
sekitar tahun 1900. Sebelumnya, Belanda hanya menguasai daerah terbatas di sekeliling
Gunung Sitoli. Penduduk, khususnya di pulau Nias, tidak menjadi pelaut,
melainkan hidup dari usaha bercocok tanam. Maka masyarakatnya berifat tertutup
dan adat serta agama turun-temurun berpengaruh besar.[1]
Misionaris
Jerman pertama yang mendarat di Gunungsitoli adalah Pendeta L. Denninger.
Misionaris lainnya menyusul kemudian. Mereka menembus kawasan Nias bagian
Selatan pada tahun 1883 tetapi ditampik oleh orang-orang pribumi disana.
Berpuluh tahun kemudian, mereka berhasil mengkristenkan penduduk pribumi,
perubahan agama penduduk pribumi menjadi Kristen mempengaruhi sikap mereka
terhadap kebudayaan, termasuk agama nenek moyang mereka. Fungsi agama kuno
sebagai kontrol sosial dalam pengertian tradisionil telah ditransformasikan ke
dalam etika Kristen, walaupun sebagian unsur kuno itu masih dipertahankan.
Materi kebudayaan kuno seperti patung, batu-batu monumen gendang, tidak lagi
berfungsi sebagaimana mestinya. Mungkin saja para penduduk masih mempertahankan
beberapa tetapi hanya sekedar kenangan manis terhadap benda yang pernah
dicintai dan dimiliki pada masa lampau.[2]
BAB
II
ISI
A. Permulaan
Usaha PI
Akibat
Perang Hidayat[3],
maka sekitar tahun 1860 beberapa tenaga RMG kehilangan tempat kerja. Salah
seorang di antara mereka bernama E.L. Denninger. Sebelum diutus ke Kalimantan
iapun pernah menjadi tukang sapu cerobong asap rumah-rumah di Berlin. Oleh
pengurus RMG di Barmen, Denninger disuruh pergi ke tanah Batak, tetapi karena
isterinya sakit, ia terpaksa tinggal di Padang. Di sana ia enjalin hubungan
dengan orang-orang Nias yang hidup di perantauan. Namun ia sampai pada
kesimpulan, lebih bermanfaat kiranya kalau pergi sendiri ke Nias. Maka pada
tanggal 27 September 1865 Denninger mendarat di Gunung Sitoli. Sebelumnya,
antara tahun 1832-1835, telah ada dua misionaris (Katolik) bangsa Perancis
bekerja di Nias, namun karya mereka tidak meninggalkan hasil.[4]
B. 1865-1890
Untuk
menarik perhatian orang banyak supaya mau belajar Firman Tuhan dan
nyanyian-nyanyian gereja, Denninger lebih dahulu membagikan tembakau untuk
rokok dan ramuan sirih. Dalam masa permulaan yang sulit itu, Denninger berusaha
mengajar beberapa pemuda agar dapat membaca dan menulis. Permulaan sekolah ini
hanya diselenggarakan di rumah penduduk, dan ternyata berhasil, sehingga
pemuda-pemuda inilah yang mampu menjadi pembantu-pembantu Denninger untuk
mengajar anak-anak di sekitar Gunungsitoli pada tahun 1866.
Pada
tahun 1872, tujuh tahun setelah kedatangan Denninger di Pulau Nias, datang pula
missionaris kedua dari RMG yaitu Pendeta J.W. Thomas. Ia belajar bahasa Nias
dari Denninger, kemudian melayani di Pos Pekabaran Injil yang baru di Ombõlata.[5]
Sesudah
itu pada tahun 1873 datang lagi
missionaris kegita bernama Kramer. Ia ditempatkan di Gunungsitoli bersama
dengan istrinya yang terkenal sangat rajin berkunjung kepada keluarga-keluarga
di Kampung Hilina’a, sehingga pada hari
paskah tahun 1874 berhasil dilaksanakan Baptisan pertama kepada 25 orang
penduduk Kampung Hilina’a, termasuk Yawaduha, Salawa/kepala kampung Hilina’a. Dalam
masa itu telah diciptakan sarana-sarana yang memungkinkan perluasan di kemudian
hari. Pertama, orang Kristen Nias telah belajar untuk ikut aktif mengabarkan
Injil. Salah seorang tokoh Nias yang berperanan besar dalam usaha P.I ialah
kepala kampung, Ama Mandranga.[6]
Hasil
pekabaran Injil berikutnya yakti pembaptisan 6 orang penduduk Ombõlata, tempat
Pdt. J.W. Thomas melayani, dan pada tahun 1876 menyusul lagi pembaptisan 32
orang penduduk Faechu (±2 km dari Ombõlata). Pada tahun 1876 itu pula
berdirilah Gedung Gereja yang pertama di Nias, yaitu di Ombõlata, dan pada
tahun 1880 disusul lagi berdirinya gedung Gereja yang kedua, yaitu di Faechu.
Satu
tahun sebelum meninggal dunia, yaitu pada tahun 1875, Denninger pergi berobat
ke Batavia. Dan Pada tahun 1876 tiba di Nias missionaris keempat bernama Dr.
W.H. Sundermann. Setelah dua tahun bersama Kramer di Gunungsitoli, Doktor
Theologia ini merasa matang berbahasa Nias, lalu membuka Pos Pekabaran
Injil di Dahana, namun di sana ia
berhadapan dengan penyembahan berhala yang begitu kuat. Sebab itu Ia beralih ke
bidang pendidikan dan menghimpun dan mengajar para pemuda setempat. Usahanya
inilah yang merupakan cikap bakal berdirinya Sekolah Guru di Nias.
Pada
tahun 1881 datang lagi misionaris kelima bernama J.A. Fehr. Dia ini yang
mengantikan J.W. Thomas di Ombõlata pada tahun 1883, sebab J.W. Thomas pergi
berusaha membuka pos Pekabaran Injil di Sa’ua, meskipun usahanya itu ternyata gagal.
Pada
tahun 1882 didirikan sebuah lembaga pendidikan guru. Tetapi menonjollah bahwa
penduduk Nias kalau meminta tenaga penginjil, lebih mengharapkan kedatangan
seorang zendeling bangsa lain daripada tenaga sesuku mereka. Namun, para
zendeling sadar akan peranan penting pembantu-pembantu mereka itu, sehingga
mereka tetap berupaya meningkatkan wewenang pembantu itu di mata orang Nias.
Pun upaya supaya jemaat-jemaat Nias menjadi swadaya telah dimulai agak dini.
Sarana yang hendak disebut terakhir ialah penerjemahan Alkitab dan buku-buku
lain ke dalam bahasa Nias (Utara) oleh pekabar Injil H. Sundermann, dengan
bantuan Ama Mandranga dan beberapa orang Nias lannya (Injil Lukas, 1874; PB,
1891).[7]
Dalam
25 tahun masa permulaan ini, 5 orang pendeta penginjil dari RMG Jerman telah
bekerja di Nias. Namun usaha Pekabaran Injil banyak kesulitan, seperti pengaruh
agama suku yang sangat kuat, gangguan keamanan, wabah penyakit, keadaan
geografi dan lain-lain. Daerah yang dicapai hanya di sekitar Gunungsitoli saja,
dengan 3 Pos Pekabaran Injil yaitu Gunungsitoli, Ombõlata, dan Dahana. Usaha
Denninger (yang dibantu oleh Kodding dan Mohri) di Onolimbu (Muara sungai Idanõ
Mola) pada tahun 1867, Sunderman di Tugala Lahõmi-Sirombu tahun 1875/1876, J.W.
Thomas di Sa’ua tahun 1885, semua itu baru bersifat penjajakan.
Walaupun
banyak kesulitan yang dialami serta jangkauan Pekabaran Injil yang dapat
dicapai tidak begitu luas, namun dalam periode ini telah berhasil dibaptis
sebanyak 699 orang (148 orang di Gunungsitoli, 348 orang di Ombõlata dan 203
orang di Dahana). Juga diantara mereka telah dipilih beberapa orang menjadi
penatua.[8]
C. 1891-1916
Usaha
Pekabaran Injil pada periode ini ternyata mengalami kemajuan dibandingkan
dengan periode sebelumnya. Pada periode ini berhasil masuk di Nias bagian
Tengah sampai ke Nias bagian Barat,
Pantai sebelah Timur sampai di Nias bagian Selatan, Nias bagian Utara dan di
Pulau-pulau Batu.[9]
Sementara
itu, para zendeling menambahkan pada jumlah para guru dan penatua menjadi
hampir 500. Diciptakannya pula jabatan sinenge ("rasul"), yang
melayani jemaat-jemaat yang tidak mempunyai sekolah. Pada tahun 1906
ditahbiskanlah pendeta Nias yang pertama. Terjemahan seluruh Alkitab selesai
dicetak pada tahun 1913. Bidang kegiatan para zendeling luas sekali: mereka
membangun jalan-jalan, mendirikan bank tabungan, membuka kebun-kebun kopi,
semua dalam rangka melicinkan jalan bagi usaha pI dan meningkatkan daya ekonomi
jemaat Kristen. Berkat usaha mereka di bidang kesehatan, jumlah orang Kristen
meningkat oleh pertumbuhan alamiah (masih terlepas dari masuknya orang yang
bukan Kristen), sedangkan jumlah penduduk pulau Nias dalam keseluruhannya
menurun akibat penyakit-penyakit menular. Dalam pada itu, para zendeling masih
kurang senang melihat keadaan jemaat secara batin: penyalahgunaan minuman
keras, kekacauan di bidang perkawinan, keengganan untuk memberi sumbangan
berupa uang atau benda bagi kehidupan jemaat, masih merajalela. Pun mayoritas
orang Nias tetap menolak Injil. Kata seorang zendeling. "Saya merasa
bagaikan ular yang berusaha menggigiti besi".[10]
D. Kebangunan
Besar dan Hasil-hasilnya
Pada
tahun 1916, terjadi kebangunan besar yang bermula di jemaat Helefanicha. Ada
seorang yang menangis terus-menerus karena menyesali dosanya. Peristiwa ini pun
terus terulang dan makin banyak orang yang demikian. Kebangunan yang
berlangsung selama sepuluh tahun lebih itu membawa hasil besar bagi kehidupan
jemaat, untuk perseorangan dan untuk persekutuan. Orang menghayati agama
Kristen secara lebih mendalam; kabar kesukaan tentang keampunan dosa telah
menjadi kenyataan hidup bagi mereka. Pergaulan antara sesama anggota jemaat
menjadi santai, bebas, tidak lagi dibuat kaku oleh kenangan akan
kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh anggota yang satu terhadap yang
lain. Kehidupan persekutuan jemaat diperkaya, sebab, daripada bersikap pasif
sambil menunggu tindakan penghantar jemaat, kini anggota jemaat ikut serta
dalam segala macam kegiatan persekutuan. Namun, sesudah sepuluh tahun, gerakan
kebangunan yang besar itu mereda. Lalu dalam banyak hal keadaan semula berlaku
kembali. Jemaat kembali menjadi pasif, kerelaan berkorban bagi kehidupan jemaat
menghilang lagi, disiplin gereja perlu diterapkan lagi, adat kembali berkuasa
di atas hukum Kristen (khususnya dalam hal mas kawin/jujuran yang terlalu
tinggi). Dalam dasawarsa-dasawarsa yang kemudian, sebagian dari massa yang
masuk Kristen malah memisahkan diri atau berhasil ditarik oleh misi Katolik.[11]
E. Gereja
Berdiri Sendiri
Setelah
gerakan kebangunan mereda, para zendeling mulai memikirkan kemandirian gereja.
Pada tahun 1936 selesailah mereka merancangkan tata gereja. Lalu diadakan
sinode Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) yang pertama (18 November 1936).
Sinode itu menerima tata gereja yang telah dirancangkan. Keinginan Pengurus RMG
di Barmen supaya semua pekabar Injil bangsa Eropa otomotis menjadi anggota
sidang sinode dipenuhi; sebaliknya para zendeling menolak permintaan orang
Kristen Nias, agar setiap distrik gereja diperbolehkan mengutus seorang tokoh
masyarakat (seorang kepala suku) ke sinode sebagai anggota yang berhak penuh.
Pada tahun 1940, semua zendeling bangsa Jerman ditawan oleh gubernemen. Maka
fungsi ketua sinode (Ephorus) diambil alih oleh serang pendeta Nias, bernama
Atefona Harefa. pada tahun 1942, para pendeta Belanda yang telah menggantikan
orang Jerman yang ditawan itu diinternir pula oleh penguasa Jepang. Maka gereja
harus benar-benar berdiri sendiri. Barulah pada tahun 1951 seorang utusan
zending dari Jerman (seorang dokter) kembali bekerja di Nias, disusul oleh
sejumlah orang Eropa yang lain. Namun, kedudukan mereka ini berbeda dengan
kedudukan para zendeling sebelum perang: mereka mendapat status
"penasihat".[12]
F. Nama,
Kedudukan, dan Logo BNKP
BNKP
adalah singkatan dari Banua Niha Keriso Protestan yang merupakan persekutuan
orang-orang percaya kepada Yesus Kristus yang berasal dari suku Nias dan suku-suku
lainnya di dunia. BNKP hadir dan melayani di seluruh wilayah Indonesia dan
Kantor Sinodenya berkedudukan di Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara. Logo BNKP
adalah seperti terlihat di bawah ini:
Dengan
arti dan makna sebagai berikut:
1. BNKP
mengaku bahwa Yesus Kristus yang ditandai dengan salib-Nya telah memanggil suku
Nias dan sukusuku lainnya dari dunia ke dalam terang-Nya yang ajaib untuk
beroleh pengampunan dan keselamatan.
2. Tulisan
BNKP yang mengitari salib, merupakan pengakuan bahwa kehidupan BNKP secara
total adalah dari, oleh dan untuk Yesus Kristus.
3. BNKP
sebagai gereja telah diutus kembali ke dalam dunia yang ditandai dengan bola
bumi, untuk memberitakan salib Kristus dalam menyatakan pembebasan,
pengampunan, perdamaian dan berkatbagi segala makhluk.
4. BNKP
sebagai gereja berpengharapan akan kehidupan yang kekal yang ditandai dengan
mahkota yang telah dipersiapkan oleh Yesus Kristus bagi orang yang percaya dan
setia kepada-Nya.[13]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai
dampak datangnya Injil dan usaha pekabaran injil di Nias, maka berdirilah
Gereja BNKP yang melembaga sebagai satu sinode
pada tanggal 18 November 1936. BNKP adalah satu gereja beraliran
reformasi di Indonesia, yang telah menjelma di Pulau Nias sejak kedatangan
Missionaris pertama Ernst Ludwig Denninger di Pulau Nias pada hari Rabu,
tanggal 27 September 1865. Denninger
memiliki banyak cara untuk menarik perhatian supaya orang-orang mau belajar
Firman Tuhan dan menyanyikan puji-pujian. Dalam perkembangannya tercatat bahwa
BNKP berasal dari hasil pemberitaan Injil
para utusan Rheinische Missions Gessellschaft (RMG) dan ada pula utusan
dari Belanda yang selanjutnya diteruskan oleh para pemberita Injil Ono Niha.
B. Saran
Para
misionaris yang melayani di Pulau Nias, patutlah menjadi teladan bagi kita.
Mereka sudah mengalami hal-hal yang pahit, namun tetap teguh dalam pemberitaan
Injil. Kerinduan mereka supaya semua bangsa mengenal Injil-Nya haruslah juga
tertanam dalam diri kita walaupun dalam pelayanan banyaklah tantangan yang
harus kita hadapi. Kita juga dapat meneladani Denninger, di mana dalam melayani
kita harus memikirkan berbagai macam cara untuk menarik perhatian orang-orang
sehingga mereka tertarik untuk belajar Firman Tuhan dan Kristuslah yang
dipermuliakan.
[1]
Dr. Th. Van den End, Dr. J. Weitjens, S.J, Ragi
Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-sekarang, Jakarta: Gunung Mulia,
1993, 202
[2]
Bambowo La‟iya, Solidaritas Kekeluargaan, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1983, Hal 27.
[3] Perang
Hidayat/ Perang Banjar (1859-1905)] adalah perang perlawanan terhadap
penjajahan kolonial Belanda yang terjadi di Kesultanan Banjar yang meliputi
wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
[4]
Dr. Th. Van den End, Dr. J. Weitjens, S.J, Ragi
Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-sekarang, Jakarta: Gunung Mulia,
1993, 202
[5] https://bnkpteladan.wordpress.com/bnkp/
[6] http://www.sabda.org/sejarah/artikel/pekabaran_injil_dan_gereja_di_nias.htm
[7]
Dr. Th. Van den End, Dr. J. Weitjens, S.J, Ragi
Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-sekarang, Jakarta: Gunung Mulia,
1993, 203
[8] https://bnkpteladan.wordpress.com/bnkp/
[9]
Ibid..
[10]
Dr. Th. Van den End, Dr. J. Weitjens, S.J, Ragi
Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-sekarang, Jakarta: Gunung Mulia,
1993, 203
[11] http://www.sabda.org/sejarah/artikel/pekabaran_injil_dan_gereja_di_nias.htm
[12]
Dr. Th. Van den End, Dr. J. Weitjens, S.J, Ragi
Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-sekarang, Jakarta: Gunung Mulia,
1993, 206
[13] tata-gereja-banua-niha-keriso-protestan-bnkp.pdf
2 Raja-raja 22:1-13 "Keteladanan Pemimpin Reformis"
Nama : Noviani Yunita Sari
Nats : 2 Raja-raja 22:1-13
“Keteladanan
Pemimpin Reformis”
PENDAHULUAN
Pada
tanggal 31 nanti, kita akan memperingati 500 tahun Reformasi. Apa itu
reformasi? Reformasi secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah
ada pada suatu masa. Tokoh reformasi Protestan yang kita kenal yaitu Martin
Luther dan John Calvin. Namun, jauh sebelumnya ada seorang tokoh pemimpin
reformis yang memimpin sejak dia masih muda, yaitu Raja Yosia. Dalam 2
Raja-raja 22:1-13, kita dapat belajar bagaimana mejadi pemimpin yang reformis. Yosia,
adalah salah satu raja di dalam sejarah kerajan Yehuda (Israel Bagian Selatan)
yang mempunyai track record yang sungguh mengagumkan. Di dalam sejarah
raja-raja Israel dan Yehuda, tidak banyak ditemukan raja yang benar di mata
TUHAN. Di antara sekian yang takut akan TUHAN, terdapat hanya beberapa nama
raja yang takut akan TUHAN. Kelahirannya sudah dinubuatkan sebagai pemimpin
yang reformis di Kitab 1 Raja-Raja 13:2 pada masa pemerintahan Yerobeam oleh
seorang abdi Allah. Yosia adalah seorang raja yang lahir dari seorang ayah
dan kakek yang tidak takut akan TUHAN dengan segala tingkah laku mereka yang
jahat. Nama ayahnya adalah Amon dan nama
kakeknya adalah Manasye.
ISI
Menjadi pemimpin yang reformis, kita harus menjalin
hubungan vertical kita dengan Tuhan, dengan cara:
1.
Memperbaharui
Hubungan Dengan TUHAN (2 Raja-Raja 22:3-7)
Semenjak jatuhnya raja Salomo, tidak ada raja
yang bertahta di Yerusalem yang sungguh-sungguh memperhatikan rumah TUHAN yang
dibangun oleh Salomo atas rancangan Raja Daud. Bukan hanya tidak dirawat, rumah
TUHAN malahan dinajiskan oleh raja-raja sebelum Yosia dengan meletakkan berhala-berhala
di dalamnya. Di komplek rumah TUHAN pun dijadikan tempat untuk melakukan
hal-hal najis. Hasil dari usaha reformisnya tersebut, akhirnya kitab Taurat
ditemukan di dalam rumah TUHAN. Jika
dilihat Tindakan memperbaiki Bait Suci itu dapat dikatakan kurang tepat dan
hasilnya kurang efektif, sebab 2 raja sebelum Yosia sudah terlanjur merusak
moral, akhlak, dan kerohanian bangsa Yehuda. Untuk memperbaiki keadaan ini
dibutuhkan usaha yang lebih dari sekadar memperbaiki bait Allah.
Sesungguhnya Yosia tidak mempunyai penuntun,
karena pada zaman raja Manasye, hampir seluruh salinan kitab Taurat Musa sudah
dimusnahkannya. Namun Allah tidak membiarkan kerinduannya yang tulus menjadi
padam. Ia memberkati usaha Yosia. Perbaikan bait Allah memang tidak membawa kepada
pembaharuan rohani namun memimpin kepada ditemukannya kitab Taurat -- yang akan
memberi arah dan petunjuk bagi Yosia.
Ada 2x Yosia mengatakan “memperbaiki” (5-6). Di
sini maknanya tidak hanya memperbaiki, namun juga memperkokoh/memperkuat. Yosia
ingin rumah Tuhan itu diperbaiki sehingga menjadi lebih kokoh dan kuat. Dengan
memperbaiki rumah Tuhan ini, Yosia ingin memperbaiki hubungan bangsa Israel
dengan Tuhan yang telah rusak. Rumah Tuhan dipakai untuk menyembah Tuhan, bukan
berhala, dan untuk menyenangkan hati Tuhan.
TUHAN selalu menyatakan diri kepada orang yang
tulus mencarinya. Begitu juga dalam hal ini, saat renovasi rumah TUHAN
dilakukan dengan sungguh-sungguh, kitab Taurat ditemukan kembali. Hubungan kita
dengan Tuhan yang sudah longgar atau malah rusak, haruslah kita perbaiki
sehingga kita memiliki hubungan yang kuat dan kokoh dengan Tuhan.
2.
Peka
Terhadap Suara TUHAN (2 Raja-Raja 22:11)
Faktor yang membuat Yosia mengoyakkan
pakaiannya adalah bagian-bagian yang berisi
hukuman yang akan menimpa kerajaannya(ayat 1-17). Raja Yosia peka, tahu dan
menyadari kebobrokn bangsanya yang membuat Tuhan akan menjatuhkan malapetaka
atas Yehuda. Dibutuhkan sebuah kepekaan
untuk dapat mengerti isi Firman TUHAN jika dihubungkan dengan sebuah keadaan.
Sensifitas terhadap suara TUHAN dibutuhkan hal
ini, apalagi kalau Firman TUHAN dibacakan secara general.
Salah satu yang menarik perhatian saya adalah
analogi hubungan seorang ibu dengan bayinya yang baru lahir. Di tempat umum
(rumah sakit bersalin), di tengah-tengah kesimpang-siuran suara ibu-ibu dan
tangisan bayi-bayi lainnya, ibu itu bisa mengenali nada suara tangisan bayinya
sendiri. Begitu juga kebalikannya. Semua itu menjadi mungkin hanya oleh karena
mereka mempunyai ikatan ‘batin’ yang begitu dekat!
Ilustrasi tersebut jelas menggambarkan
keintiman hubungan yang kita perlukan untuk bisa mempunyai kemampuan untuk
mendengar suara Tuhan. Karena memang, persekutuan melalui doa dan kerajinan
mempelajari alkitab, dengan berlalunya waktu akan membuat ‘telinga’ hati kita
menjadi semakin peka akan suara Roh Kudus. Maka dari itu, kembali lagi bahwa
hubungan kita dengan Tuhan yang mungkin telah rusak haruslah diperbaharui dan
dipererat kembali.
3.
Meminta
Petunjuk Kepada TUHAN
Setelah menyadari bahwa ada yang salah, seorang
pemimpin yang baik pastilah akan bertindak dengan hati-hati, dalam hal ini raja
Yosia ingin mengetahui lebih spesifik apa yang akan terjadi menimpa dirinya dan
rakyatnya sehingga jika memang segala sesuatu masih bisa diperbaiki, maka hal
itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Maka dari itu, Yosia memerintahkan
imam Hilkia dan lain-lain untuk pergi kepada seorang nabiah yang bernama Hulda
untuk meminta petunjuk dari Tuhan.
Dalam ayat 13 ini, kata “meminta” bukan hanya
sekedar meminta, melainkan juga “mencari”.
Berdasarkan ilmu kedokteran, tanda adalah
petunjuk yang nampak dan dapat dilihat secara objektif, sementara gejala adalah
petunjuk yang tidak tampak dan merupakan suatu pendapat yang subjektif. Tanpa
kedua hal ini, sangat sulit bagi para dokter untuk menegakkan diagnosis yang
tepat. Tanpa diagnosis yang tepat, tentu bisa dipastikan dokter tidak dapat
memberikan tatalaksana yang memadai kepada pasien.
Demikian juga halnya dengan kehidupan manusia.
Manusia benar-benar membutuhkan petunjuk di dalam hidupnya. Allah ingin kita
mencari petunjuk dari-Nya melalui doa (Yak. 1:5). Dia juga memberi kita
bimbingan melalui Roh Kudus (Yoh. 14:26) dan firman-Nya (Mzm. 119:105). Dia
menyediakan para pembina rohani dan pemimpin yang bijaksana. Dan Dia telah
memberi kita teladan dalam diri Yesus.
PENUTUP
Salah satu kunci untuk menjadi pemimpin yang
reformis adalah dengan menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan dengan cara
memperbaharui hubungan kita yang mungkin telah rusak, peka terhadap suara-Nya,
dan meminta petunjuk kepada Tuhan untuk melakukan sesuatu. Marilah kita
sama-sama belajar untuk menjadi pemimpin yang reformis yang juga dapat menjadi
teladan bagi orang lain.
Kamis, 05 Oktober 2017
2 TESALONIKA 1:1-12 "BERDIRI TEGUH DI TENGAH PERSOALAN"
Nama : Noviani
Yunita Sari
Tema : Berdiri
Teguh Di Tengah Persoalan
Bacaan : 2
Tesalonika 1:1-12
Pendahuluan
:
Beberapa
tahun terkahir ini kita mendengar dan menyaksikan berbagai berita aneh dan
membuat kita ciut untuk menghadapi hidup. Berita kekerasan yang dilakukan oleh
ISIS yang ramai dibicarakan beberapa waktu yang silam, dan di Indonesia
beberapa ormas yang menentang kekristenan sering muncul. Penindasan terhadap
pengikut Kristus tidak hanya terjadi sekarang-sekarang ini saja. Jemaat di
Tesalonika pun mengalaminya.
Isi
:
Dari
2 Tesalonika : 1-12 ini, ada beberapa hal yang perlu kita cermati bersama
1. Sikap
kita dalam menghadapi persoalan ( 2 Tes 1:1-5)
a. Menyadari
bahwa kasih karunia dan damai sejahtera-Nya menyertai kita
Rasul
Paulus mengawali isi suratnya dengan sambutan hangat kepada jemaat yang ada di
Tesalonika. Dan di dalam ayat 2, ada kata “menyertai kamu”. Kata ini sebenarnya
memiliki arti “untuk/bagi kamu”. Jadi, “kasih karunia bagimu sekalian”.
Dilanjutkan kalimat “dari Allah, Bapa kita”. Kata frase “kita” disini
menekankan hubungan pribadi yang intim dari Paulus dan para petobat yang baru
kepada SEORANG yang mereka sembah. Ada orang yang merasa dekat kepada Yesus
namun masih merasa takut pada Allah Bapa.
Paulus memberi jaminan bahwa mereka dapat memiliki keyakinan dalam
hubungan mereka dengan Bapa seperti dengan Yesus, karena Yesus datang ke dunia
ini untuk menunjukkan kepada kita seperti apakah Bapa itu. Bapa yang adalah
milik mereka juga.
b. Kuat
dalam iman, kasih, dan tabah
Paulus
melanjutkan dengan pemberian apresiasi, “Kami wajib selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara”---
Kata “wajib” (terikat/harus) adalah kata kerja.
Paulus merasa wajib untuk bersyukur pada Allah atas jemaat Tesalonika,
karena apa?. Karena iman mereka semakin
bertambah kuat dan kasih mereka terhadap satu sama lain bertambah
meningkat. Kata kerjanya disini dalam
bentuk present tense(masa sekarang). Ini
berarti bahwa pertumbuhan iman dan kasih mereka sangat kosisten dan
berkelanjutan.
Paulus memuji tentang IMAN, KASIH dan
KETABAHAN MEREKA. Karena iman mereka yang semakin bertambah kuat, kasih terHadap
satu sama lain bertambah meningkat, karena iman bekerja melalui kasih dan
kesabaran/ketabahan mereka dalam penderitaan/aniaya yang terjadi pada saat itu.
Mereka
dapat bertahan dalam penganiayaan karena iman mereka berakar pada penghormatan
yang mendalam terhadap kasih Allah, dan kasih terhadap sesama yang dapat saling
menguatkan, serta kesadaran bahwa dunia
ini akan segera berlalu saat Kristus datang kembali untuk memberikan upah bagi
mereka yang setia dan menghukum orang jahat.
Kesabaran
terhadap penderitaan dan iman yang berani di bawah penganiayaan merupakan BUKTI
pemeliharaan-Nya bagi para penderita, dan dengan demikian bukti bahwa Dia pada
akhirnya akan membalikkan ketidak-adilan dunia. Dan mereka yang teguh dalam
imannya, layak menjadi warga kerajaan Allah.
Seorang
anak perempuan mengeluh pada sang ayah tentang kehidupannya yang sangat berat.
Ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukan dan bermaksud untuk menyerah. Ia
merasa capai untuk terus berjuang dan berjuang. Bila satu persoalan telah
teratasi, maka persoalan yang lain muncul.
Lalu,
ayahnya yang seorang koki membawanya ke dapur. Ia mengisi tiga panci dengan air
kemudian menaruh ketiganya di atas api. Segera air dalam panci-panci itu
mendidih. Pada panci pertama dimasukkannya beberapa wortel. Ke dalam panci
kedua dimasukkannya beberapa butir telur. Dan, pada panci terakhir
dimasukkannya biji-biji kopi. Lalu dibiarkannya ketiga panci itu beberapa saat
tanpa berkata sepatah kata.
Sang
anak perempuan menunggu dengan tidak sabar. Ia keheranan melihat apa yang
dikerjakan ayahnya. Setelah sekitar dua puluh menit, ayahnya mematikan kompor.
Diambilnya wortel-wortel dan diletakkannya dalam mangkok. Diambilnya pula
telur-telur dan ditaruhnya di dalam mangkok. Kemudian dituangkannya juga kopi
ke dalam cangkir.
Segera
sesudah itu ia berbalik kepada putrinya, dan bertanya: “apa yang kaulihat?”
“Wortel,
telur, dan kopi,” jawab anaknya.
Sang
ayah membawa anaknya mendekat dan memintanya meraba wortel. Ia melakukannya dan
mendapati wortel-wortel itu terasa lembut. Kemudian sang ayah meminta anaknya
mengambil telur dan memecahkannya. Setelah mengupas kulitnya si anak
mendapatkan telur matang yang keras. Yang terakhir sang ayah meminta anaknya
menghirup kopi. Ia tersenyum saat mencium aroma kopi yang harum. Dengan rendah
hati ia bertanya “Apa artinya, bapa?”
Sang
ayah menjelaskan bahwa setiap benda telah merasakan penderitaan yang sama,
yakni air yang mendidih, tetapi reaksi masing-masing berbeda. Wortel yang kuat,
keras, dan tegar, ternyata setelah dimasak dalam air mendidih menjadi lembut
dan lemah. Telur yang rapuh, hanya memiliki kulit luar tipis yang melindungi
cairan di dalamnya. Namun setelah dimasak dalam air mendidih, cairan yang di
dalam itu menjadi keras. Sedangkan biji-biji kopi sangat unik. Setelah dimasak
dalam air mendidih, kopi itu mengubah air tawar menjadi enak.
“Yang
mana engkau, anakku?” sang ayah bertanya. “Ketika penderitaan mengetuk pintu
hidupmu, bagaimana reaksimu? Apakah engkau wortel, telur, atau kopi?”
Bagaimana
dengan anda?
Apakah
Anda seperti sebuah wortel, yang kelihatan keras, tetapi saat berhadapan dengan
kepedihan dan penderitaan menjadi lembek, lemah, dan kehilangan kekuatan?
Apakah
Anda seperti telur, yang mulanya berhati penurut? Apakah engkau tadinya berjiwa
lembut, tetapi saat ada masalah, Anda menjadi keras hati dan kepala batu? Kulit
luar Anda memang tetap sama, tetapi apakah Anda menjadi pahit, keras hati,
serta kepala batu?
Atau
apakah Anda seperti biji kopi? Kopi mengubah air panas, hal yang membawa
kepedihan itu, bahkan pada saat puncaknya ketika mencapai 100º C. Ketika air
makin panas, rasanya justru menjadi lebih enak.
Apabila
Anda seperti biji kopi, maka ketika segala hal seolah-olah dalam keadaan yang
terburuk sekalipun Anda dapat menjadi lebih baik dan juga membuat suasana di
sekitar Anda menjadi lebih baik.
Bagaimana
cara Anda menghadapi penderitaan? Apakah seperti wortel, telur, atau biji kopi?
Kita
harus meneladani sikap jemaat di Tesalonika. Di mana ada penderitaan, dan kita
merasa ditindas oleh orang lain, di situlah iman kita bertambah kuat. Kasih
kita kepada sesama kita makin erat, bahkan mengasihi orang yang menyakiti kita.
dan kita pun dapat tabah menjalani setiap tantangan dalam hidup kita. Karena
kita yakin bahwa Allah menyertai kita dan Allah akan melayakkan kita untuk
menjadi warga kerajaan-Nya.
2. Tindakan
Allah bagi yang menderita
“Paulus
disini sedang membedakan upah/imbalan dari para penganiaya dan orang-orang yang
dianiaya. Penganiaya akan menerima
penderitaan mereka seperti apa yang telah mereka lakukan terhadap orang lain,
sedangkan orang yang dianiaya akan mendapatkan apa yang telah mereka rindukan,
yaitu: KELEGAAN. Kata “kelegaan” di dalam ayat 7 ini, menggunakan kata anesin yang dapat juga berarti
pemulihan, kelepasan, bahkan pertolongan. Itu semua sebagai bukti keadilan
Allah.
Di Indonesia, terdapat suatu hukum yang mungkin
banyak orang tidak mengetahuinya. Yaitu Undang-undang dan ancaman hukumannya
untuk beberapa pelanggaran kesejahteraan hewan. Seperti Praktek Kekerasan di
Masyarakat Termasuk pemukulan, penusukan, pencekikan, dan pembuangan hewan.
KUHP pasal 302; 406; 335; 170; 540. Hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan no. 18 Tahun2009, pasal 66 dan 67.
Pengandangan dan Perantaian Termasuk kandang yang tidak layak, kekurangan air
atau makanan; salah urus; penyiksaan. KUHP pasal 302; 406; 540; 335. Hukuman
maksimal 2 tahun penjara. Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan no. 18
Tahun2009, pasal 66 dan 67.
Demikian juga manusia di hadapan Allah. jadi, kita
tidak perlu khawatir. Jika kita saat ini mengalami ketidak-adilan, merasa
tertindas ataupun menderita, dan bahkan jika kita nantinya mengalami
penderitaan karena iman kita kepada Kristus, kita harus percaya bahwa Tuhan
sendiri yang akan memberikan pembalasan. Dan bagi orang benar, Ia akan
memberikan Kelegaan. Pertolongan-Nya untuk melepaskan kita dari penderittan
akan nyata. Hanya Tuhan yang sanggup melepaskan kita. Biarlah Allah sendiri
yang bertindak. Jika kita mengambil keputusan untuk bertindak, dalam arti balas
dendam, itu membuat kita semakin sesak.
(iklan)
Dan pada saat kita merasakan kesesakan, pergumulan
hidup terasa berat, hanya Tuhan Yesuslah yang sanggup memberikan kelegaan bagi
kita. Yang perlu kita lakukan hanyalah penyerahan total kepada Allah. Jika kita
mengandalkan kekuatan kita sendiri, kita tidak akan mampu mengatasinya.
3. Kuasa
Doa untuk pertumbuhan rohani (11-12)
Paulus menekankan betapa kuasa dan mujarabnya doa. Di
sini Paulus, Timotius, dan Silwanus berdoa bagi jemaat Tesalonika. Dari sini
kita dapat melihat manfaat doa, yaitu:
a. Supaya
Allah membuat kita layak bagi panggilan-Nya
Kita
dipanggil dengan panggilan yang tinggi dan kudus. Kita dipanggil untuk Kerajaan
Allah dan kemuliaan-Nya. Dan hal ini haruslah menjadi perhatian utama kita
untuk bagaimana menjadi layak di hadapan Allah. Karena kita sendiri tidak
memiliki kelayakkan untuk itu.
b. Supaya
Allah menyempurnakan perbuatan baik dan iman kita
Jika
ada yang baik di dalam diri kita, itu adalah buah dari kebaikan Allah.
sesungguhnya, karena eksistensi dosa, manusia tidak mampu lagi untuk berbuat
baik. Perbuatan baik yang dilakukan di luar Kristus pastilah memiliki motivasi
lain di belakangnya. Dan secara khusus, Paulus berdoa supaya Allah
menyempurnakan pekerjaan iman dengan kekuatan Tuhan. Penyempurnaan pekerjaan
iman ini diperlukan untuk penyempurnaan pekerjaan baik lainnya dan kuasa Allah
tidak saja telah memulainya, tetapi juga melanjutkan dan menyempurnakan
pekerjaan iman itu.
c. Sehingga
nama Yesus, Tuhan kita dimuliakan
Inilah
tujuan yang harus kita capai di dalam segala sesuatu yang kita kerjakan,
inginkan, bahkan yang kita alami, yaitu supaya Allah dimuliakan di dalam segala
sesuatu.
(lagu: doa mengubah segala sesuatu)
Tiap doa yang lahir dari iman berkuasa
menyelamatkan. Doa juga bisa mengubah segala sesuatu. Doa adalah power yang
kuat dan energi penyemangat untuk mampu melewati setiap tantangan hidup! Orang
yang berdoa adalah orang yang membutuhkan Tuhan demikian sebaliknya! Tuhan siap
untuk mendengar keluh kesah kita dan doa-doa kita! Dan dengan doa, kita dapat
memohon supaya Tuhan melayakkan kita, menyempurnakan perbuatan baik dan iman
kita. Sehingga, dalam keadaan sulit sekalipun, nama Tuhan tetap dimuliakan.
Penutup
:
Jadilah
pengikut Kristus yang kuat sekuat batu karang, jadilah pemberi semangat dan
harapan baru untuk orang-orang di sekitar kita yang sedang menghadapi persoalan
berat. Bisikkan kepada mereka bahwa ada Yesus yang siap untuk menampung
bebanmu, percaya dan berserahlah!
Langganan:
Postingan (Atom)